Kabar24.com, JAKARTA – Bergulirnya hak angket DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi terus menuai kritikan dari sejumlah kelompok organisasi dan aktivis antikorupsi.
Kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Muda Antikorupsi dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis (17/6/2017) menggelar aksi untuk mengutuk sikap DPR yang dinilai bakal melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Aliansi yang merupaka gabungan dari sejumlah orgnisasi diantaranya TRUTH, IKA Santi Tengarang, BEM UI, PUSDAK Universitas NU Indonesia,change.org, hingga Indonesia Corruption Watch tersebut menengarai munculnya hak angket tersebut ada kaitannya dengan perkara korupsi yang tengah disidik KPK, salah satunya asus korupsi KTP elektronik.
Adapun, Indonesia CorruptIndonesia Corruption Watch (ICW) dalam keterangan sebelumnya sejak awal mencatat, terdapat enam persoalan dalam pembentukan panitia angket ini.
Pertama, belum jelas keabsahan persetujuan penggunaan hak angket DPR pada paripurna 28 April 2017 lalu. Sebagaimana diketahui dan ramai dibicarakan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berlaku tidak demokratis dan sesuai prosedur pengambilan keputusan saat memimpin rapat pembahasan usulan hak angket.
Kedua, materi penyelidikan dalam hak angket DPR memuat point-point yang dapat mengintervensi proses penegakan hukum yang tengah berjalan saat ini, yaitu penanganan kasus korupsi KTP Elektronik (E-KTP). Langkah DPR menggunakan hak angket ini patut dilihat sebagai wujud arogansi DPR atas proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Ketiga, materi penyelidikan dalam hak angket DPR tersebut memuat point yang dapat bertentangan dengan Pasal 17 huruf a UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana tergolong pada informasi yang dikecualikan.
Keempat, terdapat fraksi yang hingga nama-nama panitia angket diumumkan secara resmi oleh Wakil Ketua DPR belum menyerahkan nama perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa panitia angket tidak terdiri atas semua unsur fraksi DPR atau tidak sesuai dengan pasal 201 UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Kelima, pembentukan panitia angket sarat dengan konflik kepentingan. Diantara nama perwakilan panitia angket, Agun Gunanjar dari Golkar, disebut dalam dakwaan kasus E-KTP sebagai pihak yang diuntungkan dalam perkara tersebut.
Keenam, pembentukan panitia angket berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat adanya pembiayaan panitia angket yang dibentuk melalui proses yang cacat hukum. \\