Kabar24.com, JAKARTA - Kisruh di tubuh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih belum selesai.
Hal itu terbukti dengan masih ada senator yang tidak mendukung kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) meski lembaga itu telah menggelar sidang paripurna pada 8 Mei lalu.
Perkembangan terbaru yang menarik adalah tidak cairnya dana reses bagi mereka yang hingga kini tidak mendukung kepemimpinan baru DPD. Padahal, OSO secara resmi telah dilantik menjadi Ketua DPD pada 4 April lalu oleh Mahkamah Agung. Begitu juga dengan kedua wakilnya masing-masing Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
“Anggota yang tidak mengikuti (mengakui) penutupan sidang paripurna tidak berhak meminta dukungan dana reses di daerah pemilihan,” tegas Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto kepada wartawan, Jumat (12/5/2017).
Para senator yang tidak ikut sidang tersebut sebagian besar merupakan mereka yang secara terbuka menolak kepemimpinan baru di tubuh lembaga parlemen tersebut. Pasalnya, sidang paripurna penutupan masa sidang DPD 8 Mei lalu yang dipimpin OSO telah mengesahkan Surat Edaran Panitia Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (SE-PURT DPD RI) Nomor DN.170/10/DPDRI/IV/2017.
Surat Edaran tersebut mengharuskan anggota DPD membuat surat pernyataan mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang.
Baca Juga
“Menyetujui pelaksanaan dan menghadiri Sidang Paripurna DPD RI dan Kegiatan/Rapat-Rapat Alat Kelengkapan di bawah kepemimpinan Pimpinan DPD RI yang dilantik pada tanggal 4 April 2017,” demikian bunyi salah satu poin surat pernyataan yang harus ditandatangani anggota DPR tersebut.
Surat edaran itu juga menegaskan, bahwa hanya mereka yang menghadiri Sidang Paripurna DPD serta kegiatan Alat Kelengkapan di bawah koordinasi kepemimpinan OSO dan menyampaikan laporan kegiatan reses yang akan mendapatkan anggaran pendukung.
Mereka juga akan menerima dukungan anggaran kegiatan/rapat-rapat alat kelengkapan yang akan disampaikan melalui transfer bank sebagaimana bunyi surat edaran yang ditandatangani Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga DPD Habib Ali Alwi.
Sudarsono juga membantah, bahwa rapat paripurna penutupan masa sidang tanggal 8 Mei 2017 tidak memenuhi kuorum karena dihadiri 72 orang dan izin 49 orang. Kesekjenan sudah menindaklanjuti keputusan sidang paripurna itu dengan mengirimkan formulir surat pernyataan.
Hanya saja, ujar Sudarsono, sampai saat ini baru 103 anggota yang menandatangani pernyataan tersebut, dan sisanya 27 anggota belum menandatangani dengan beberapa alasan termasuk tidak setuju terhadap pelaksanaan sidang paripurna.
Menurut Sudarsono, keputusan sidang paripurna itu juga tetap memisahkan antara hak keuangan yang melekat sebagai anggota yang tetap diberikan, dengan hak keuangan reses.
“Anggota yang tidak mengikuti (mengakui) penutupan sidang paripurna tidak berhak meminta dukungan dana reses di daerah pemilihan,” tegasnya.
Dia beralasan bahwa langkah yang diambilnya itu berkaitan dengan masalah tata kelola keuangan.
“Dari perspektif tata kelola keuangan menjadi bermasalah bila di satu sisi anggota menuntut hak melakukan kegiatan reses, sementara tidak mengikuti (mengakui) sidang paripurna penutupan masa sidang.”
Sudarsono menambahkan, keputusan sidang paripurna itulah yang menjadi dasar yuridis kesekjenan dalam menegakkan tata kelola keuangan yang akuntabel dan bertanggung jawab.