Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengumpulkan alat bukti guna membuktikan ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang mendorong Miryam S. Haryani untuk melakukan dugaan tindak pidana bersaksi palsu di bawah sumpah terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan bahwa salah satu upaya penyidik untuk mengungkap hal tersebut adalah dengan melihat rekaman closed circuit television (CCTV) yang terdapat di kantor pengacara Elza Syarif. Sayangnya, upaya KPK tersebut tidak membuahkan hasil karena ada kendala teknis penyimpanan rekaman.
“Kita sudah datangi kantor Elza, dan ternyata ada problem dari aspeek penyimpanan sehingga kita tidak mendapatkan apa yang kita butuhkan,” ujarnya, Jumat (5/5/2017).
Karena itulah, KPK, lanjutnya, terus melakukan upaya pengumpulan alat bukti terkait dugaan ada pihak-pihak tersentu yang mendorong Miryam S. Haryani untuk melakukan tindak pidana bersaksi palsu di bawah sumpah.
“Kalau dugaan keterangan tidak benar sudah punya minimal dua alat bukti. Kami sudah mendalami untuk kebutuhan pengembangan perkara, bgitu ada miimal dua alat bukti tentu juga kita akan proses,” paparnya.
Pada Kamis, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap dua pengacara yakni Elza Syarif dan Anton Taufik. Akan tetapi, Elza Syarif tidak menunaikan panggilan tersebut sehingga akan dilakukan penjadwalan ulang.
Baca Juga
“Para saksi kita panggil untuk ditanyakan tentang siapa pengacara yang menemui Miryam, pada saat itu. Hal ini penting karena kesaksian yang disampaikan oleh Miryam dan dituangkan di bBAP adalah bagian tidak terpisahkan dari rangkaian besar dari kasus ini,” paparnya.
Dalam persidangan korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu, Tim Penuntut Umum pernah mendalami dugaan bahwa ada pihak tertentu yang mendorong Miryam untuk mencabut bukti acara pemeriksaan (BAP) yang diduga dilakukan di kantor Elza Syarif.
Ketika itu, Miryam yang merupakan politisi dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini mengungkapkan bahwa dia melakukan kunjungan ke kantor Elza sebanyak dua kali namun tidak ada kaitannya dengan upaya mencabut BAP.
Miryam ditetapkan sebagai tersangka pada 5 April 2017. Dia dijerat dengan pasal 22 junto 35 Undang-undang (UU) No 31/1999 sebagaimana telah diperbaharui dalam UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Para penyidik KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menjerat politisi Partai Hati Nurani Rakyat tersebut. Beberapa bukti permulaan tersebut yakni kesaksian tiga penyidik KPK salah satunya Novel Baswedan yang menyatakan bahwa tidak ada tekanan sama sekali saat melakukan pemeriksaan terhadap Miryam.
Kesaksian itu juga dikuatkan dengan video rekaman pemeriksaan terhadap Miryam yang telah ditampilkan dalam persidangan kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka Irman dan Sugiharto, Kamis (30/3/2017).
Dalam persidangan Kamis (23/3/2017), Miryam mencabut berita pemeriksaannya dengan alasan apa yang dia katakan dalam berita acara itu diarahkan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau dengan kata lain dia berada di bawah tekanan.
Miryam juga membantah pernyataan terdakwa Sugiharto bahwa dia telah menerima uang dari mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri tersebut, juga termasuk dari seorangk urir yang bernama Yosep. Hal itu dibantah oleh Sugiharto yang bersikukuh bahwa Miryam menerima pembelian sebanyak empat kali.
“Yang pertama sebesar Rp1 miliar, kedua US$500.000, ketiga US$100.000 dan terakhir Rp5 miliar sehingga total US$1,2 juta,” ujar Sugiharto.