Kabar24.com, JAKARTA - Pengacara senior Todung Mulya Lubis bersama beberapa perwakilan inisiator pembuat petisi 'Ahok Tidak Menista Agama' menyampaikan petisi itu kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Surat tersebut merupakan respon dari sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Menurut Todung, petisi itu sudah ditandatangani banyak orang.
"Selain 26 inisiator, ada 10 ribu lebih orang menandatangani petisi ini. Pengadilan tidak boleh kalah pada tekanan dan intimidasi." kata Todung di Pengadilan Agama Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Selasa (3/5/2017).
Todung menuturkan, bahwa mereka awalnya enggan menulis petisi karena bukan pihak yang berperkara.
"Sebetulnya kami enggan pada awalnya, arena kami tidak mau ditafsirkan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan ini."
Baca Juga
Todung menilai proses peradilan di Indonesia dicederai oleh orang-orang yang mempengaruhi objektifitas.
"Kalau kebetulan kami ke sini membawa petisi tentang Ahok, kami tidak semata-mata membicarakan kasus BTP (Basuki Tjahaja Purnama), kami juga bicara kasus-kasus yang lain, prinsip-prinsip objektif dan menghasilkan keputusan yang adil tanpa membedakan suku, agama, jenis kelamin, dan keyakinan politik," kata Todung.
Dalam surat petisi terdapat delapan poin, antara lain, bahwa dalam tuntutan jaksa penuntut umum dijelaskan bahwa Ahok sebagai terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana penistaan agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KUHP, sehingga pasal penistaan agama itupun akhirnya tidak digunakan.
Dengan demikian, jaksa penuntut tetap menyatakan bahwa Ahok memenuhi unsur pidana pasal 156a KUHP dan karenanya Ahok dituntut hukuman pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Petisi itu awalnya berupa website www.ahoktidakmenistaagama.com. Setelah mendapat sekitar 60.000 dukungan, akhirnya para inisiator memindahkan ke www.chage.org dan sudah mendapat lebih dari 10.000 dukungan. Beberapa inisiator lainnya adalah Bambang Harymurti, Yeny Wahid, Goenawan Mohamad, Dini Purwono, Rudy Setiawan, Wahyu Dhyatmika dan Adrianus Waworuntu.