Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUAP PESAWAT GARUDA: KPK Kembali Lakukan Penggeledahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan kembali dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satarmenunggu pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (1/3)./Antara-Reno Esnir
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satarmenunggu pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (1/3)./Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan kembali dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

"Tim hari ini melakukan penggeledahan kembali di kantor tersangka Soetikno Soedarjo (SS) di PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan PT Dimitri Utama Pribadi yang terletak di Wisma MRA di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Febri menyatakan penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan penyidikan dengan tersangka Soetikno Soedarjo.

"Penggeledahan masih berlangsung saat ini dimulai dari sekitar pukul 13.00. Penyidik menduga masih ada bukti-bukti yang terdapat di dua lokasi tersebut sehingga dibutuhkan penggeledahan terutama bukti-bukti data dan dokumen," tuturnya.

Sebelumnya penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di dua lokasi itu pada 18-19 Januari 2017.

"Pada penggeledahan pertama, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait dengan data perusahaan, data perusahaan yang diduga milik tersangka di Singapura kemudian data kepemilikan aset, data perbankan, dan barang-barang bukti elektronik," ujarnya.

Menurut Febri, sampat saat ini dalam proses penyidikan itu tim KPK masih melakukan pengolahan data dan tentu saja berkoordinasi dengan negara lain dalam hal ini Singapura.

"Karena ini adalah indikasi korupsi yang bersifat lintas negara sehingga berkoordinasi dengan otoritas setempat terkait dengan kekayaan atau aset yang dimiliki di Singapura," ucap Febri.

Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.

KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.

KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.

Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper