Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat politik Yudi Latief mengatakan bahwa kebhinekaan di Indonesia yang mulai terkoyak akhir-akhir ini hanya bisa dicapai kalau aspek persatuan dan keadilan sosial bisa diseimbangkan.
Menurutnya, tidak mudah untuk merawat kebhinekaan di tengah berbagai perkembangan politik dan sosial kemasyarakatan saat ini. Bahkan mempersempit kesenjangan status sosial saja tidak menjamin akan munculnya inklusi sosial mengingat kompleksnya persoalan berbangsa.
“Persatuan dan keadilan lah yang bisa merawat kebhinekaan Indonesia. Persatuan dan keadilan itu ibarat dua sayap yang harus bergerak secara bersamaan dan dalam keseimbangan,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Merawat Indonesia dalam Konteks Empat Pilar Bernegara” di Gedung DPR, Senin (13/2/2017). Selain Yudi, turut menjadi nara sumber Waki Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, pengamat politik Arbi Sanit dan pengamat sosial ekonomi Ichsanuddin Noorsy.
Menurutnya, mengorbankan persatuan demi keadilan tidak akan mampu menciptakan kebhinekaan. Demikian juga sebaliknya dengan mengorbankan keadilan demi persatuan tidak akan mencapai masyarakat yang saling memahami keragaman Indonesia.
Sementara itu, Arbi Sanit mengatakan salah satu penyebab rusaknya kebhinekaan di Indonesia adalah pencampuradukan Agama dengan politik. Menurutnya, agama berorientasi pada kedaulatan tuhan yang bersifat hubungan pribadi dengan sang pencipta. Sedangkan politik berorientasi pada kekuasaan manusia sehingga keduanya harus dipisahkan.
“Negara ini harus sekuler, memisahkan agama dan politik,” ujarnya.
Dia mengkhawatirkan kalau Indonesia tidak bisa merawat kebhinekaan maka Indonesia akan bisa seperti Suriah. Pasalnya, dia mengakui masih adanya sekelompok kecil masyarakat yang berpikir Kekhalifahan atau ingin mendirikan negara berdasarkan agama.
Adapun Hidayat Nur Wahid menyatakan bahwa satu pihak tidak boleh mengklaim lebih toeran dari pihak lain. Menurutnya, semangat Bhinneka Tunggal Ika adalah semangat keseluruhan rakyat Indonesia sehingga dengan semangat itulah Indonesia bisa berdiri.
“Jangan ada tudingan yang mayoritas tidak bhinneka, tapi yang minoritas yang dinilai berbhinneka tunggal ika,” ujarnya.