Bisnis.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menduga rencana pengerahan massa "112" atau 11 Februari 2017 bermuatan politis.
"Organisasi keagamaan yang netral keberatan jika (aksi 112) dikaitkan dengan kepentingan politik," kata Tito di Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Tito menyampaikan itu usai bertemu Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Teddy Lhaksmana dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan.
---------------------------------------------------------
- AKSI 11/2 : Kapolri Ingatkan Massa FUI Tak Long March
- AKSI 112 : MUI, PBNU, dan Muhammadiyah Tak Dukung Aksi Jalan Kaki
- AKSI 112: NU dan Muhammadiyah Sepakat Tak Terlibat
- AKSI 112: Habib Rizieq Batalkan Aksi Turun ke Jalan
- ------------------------------------------------------------
Tito mengungkapkan aksi 112 berdasarkan inisiatif kelompok masyarakat tertentu yang tidak disetujui organisasi Islam besar di Indonesia.
Polisi jenderal bintang empat itu menyebutkan organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mendukung rencana aksi 112 turun ke jalanan.
"MUI bahkan menyarankan lebih baik membatalkan," ungkap Tito.
Tito menuturkan larangan pengerahan massa ke jalan pada Sabtu (11/2) berdasarkan pertimbangan dari KPU DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu DKI Jakarta, Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya karena khawatir melanggar aturan pilkada.
----------------------------------------
- DEMO 11/2: Wapres JK Imbau Masyarakat Tak Demo
- DEMO 11/2 : Wiranto Tegaskan Harus Ada Persetujuan Polisi
- Demo 11/2 : Bila Masih Demo, Sanksi Menanti
- -------------------------------------
Sesuai pertimbangan itu, Polda Metro Jaya hanya mengizinkan kegiatan pengerahan massa untuk aksi doa bersama di Masjid Istiqlal Jakarta Pusat.
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi M Iriawan mengingatkan agar massa aksi 112 tidak turun ke jalanan karena melanggar aturan.
Petugas kepolisian memiliki kewenangan untuk membubarkan aksi yang dianggap berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban umum, termasuk menjatuhkan sanksi sesuai aturan.
Berdasarkan Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban tidak diperbolehkan dan Pasal 15 UU Nomor 9 Tahun 1998 maka petugas dapat membubarkan aksi itu.