Kabar24.com, JAKARTA-- Muhammadiyah, NU, juga MUI menyatakan tidak mendukung rencana aksi berjalan kaki pada Sabtu (11/2/2017).
Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Pol Tito Karnavian dalam konfereensi pers di Mapolda Metro Jaya. Tito menegaskan bahwa pihak yang berniat melaksanakan aksi jalan kaki tersebut hanyalah sekelompok masyarakat tertentu.
"Intinya kami membahas mengenai rencana pengamanan aksi yang akan dilakukan sekelompok masyarakat yang mereka sebut aksi 112, saya garis bawahi karena ini sekelompok masyarakat tertentu," kata Tito, Jumat (10/2/2017).
Tito menyebutkan bahwa para pemimpin sejumlah Ormas Islam di Indonesia, khususnya Jakarta telah menyatakan tidak mendukung aksi tersebut. Bahkan, tambahnya, salah satu ormas yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan agar acara tersebut dibubarkan saja karena mobilisasi massa berpotensi disusupi agenda politik.
"Jadi, kalau beberapa ormas Islam mainstream yang besar seperti Muhammadiyah [yang dipimpin] Ustad Haedar Natsir tidak mendukung aksi ini. Dari Rais Aam PBNU juga jelas menyampaikan tidak mendukung aksi ini. Demikian juga MUI bahkan menyarankan lebih baik membatalkan karena mobilisasi massa erat hubungannya dengan masalah politik pilkada dan keberatan masalah keagamaan dikaitkan dengan politik pilkada," jelasnya.
Oleh karena itu kata Tito, pihak kepolisian bersama Panitia Pengawas Pemilu DKI, Komisi Pemilihan Umum DKI, Plt Gubernur DKI, Kapolda dan Pangdam sepakat untuk melarang aksi berjalan kaki bersama yang direncanakanakan dimulai dari Monas ke Bundarah HI dan kembali ke Monas, besok.
Adapun pertimbangan pelarangan ini karena dinilai berpotensi melanggar Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) sekaligus undang-undang No.9/1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
"Khususnya pasal 6 yang menyatakan bahwa berpotensi menganggu ketertiban publik. Jadi, satu batasan menyampaikan pendapat tidak boleh menganggu hak asasi orang lain dan mengganggu ketertiban publik. Jalan kaki hari Sabtu di hari kerja masih dijalan protokol itu menganggu. Apalagi mengusung isu politik. Oleh karena itu tegas dari instansi tadi memyampaikan dilarang," tegas Tito.
Atas pelarangan ini, kelompok masyarakat tersebut pun sepakat untuk mengubah acara dari aksi berjalan kaki menjadi kegiatan keagamaan yang akan dipusatkan di Masjid Istiqlal dalam bentuk ibadah dan tausiah. Sepanjang tidak melanggar hukum, kata Tito, masyarakat akan diizinkan melakukan kegiatan keagamaan. Dia mengingatkan agar masalah keagamaan tidak dikaitkan dengan masalah politik.