Kabar24.com, MALANG - Dewan Pers mengajak masyarakat untuk gemar membaca, terutama media cetak baik buku maupun koran/majalah, mengingat tingkat penyerapan informasi membaca media cetak lebih tinggi.
Wakil Ketua Dewan Pers sekaligus Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS), Ahmad Djauhar, mengakui bahwa banyak media cetak yang tak terbit lagi di Indonesia dan di seluruh dunia.
Ini disebabkan media digital yang menggerus tren membaca, terutama di kalangan anak muda.
"Media kita relatif bertahan walaupun di seluruh dunia itu kecenderungan turun tidak dapat dihindari, karena generasi muda milenium ini tidak membaca media cetak lagi," katanya dalam sambutan Peluncuran Edisi Perdana Tabloid Jlajah Soelam (Soerabaya-Ngalam), Selasa (21/12/2016).
Dia bercerita, pernah mengumpulkan sekitar 300 mahasiswa, tetapi ketika ditanya siapa yang membaca koran hari itu, ternyata tak satupun yang membaca.
"Ternyata, masyarakat kita bukan masyarakat pembaca, tetapi menonton dan ngerumpi. Ini sangat sedih sekali, makanya saya dan Anies Baswedan waktu itu mendorong generasi kita untuk membaca, khususnya tulisan cetak," jelasnya.
Ahmad memaparkan, berdasarkan sebuah survei, dari total seluruh penduduk Indonesia yang masih membaca media cetak hanya 15% , bahkan kini semakin berkurang menjadi sekitar 13%.
Padahal, lanjutnya, membaca berbeda dengan menonton. Membaca mengajak otak manusia untuk berpikir deduktif dan tingkat penyerapan informasi yang diperoleh lebih bagus dibanding yang hanya menonton.
"Mirisnya, mereka tidak lagi membaca media cetak, tapi membaca informasi yang diunggah di media sosial (medsos), dan konyolnya yang dibaca hanya judulnya saja, lalu saling berkomentar dengan akun lainnya," ungkap Ahmad.
Pada 2011 jumlah bisnis penerbitan mencapai 1.200-an usaha, tetapi kini tinggal 320 penerbitan. Sedangkan, oplah koran pada 2011 masih sekitar 19 juta eksemplar/hari, tetapi dalam waktu 5 tahun berkurang menjadi 9 jutaan eksemplar/hari.