Kabar24.com, JAKARTA—Bekas Wakil Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap mengatakan proyek pengadaan E-KTP merupakan tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri yang saat itu dipimpin Mendagri Gamawan Fauzi.
“Jadi termasuk pengadaan tadi, bagaimana pengadaannya, bagaimana cek dan riceknya, itu dilakukan eksekutif,” katanya di Gedung KPK, Rabu (7/12/2016).
DPR, ujar dia, memang mengawasi program e-KTP. Namun untuk pengawasannya, DPR tidak secara teknis hingga pada pelaksanaan proyek.
Politikus Golkar itu mengatakan DPR hanya meminta pertanggungjawaban Kemendagri sejauh mana pelaksanaan proyek e-KTP tersebut. Kemendagri pun selalu menyampaikan perkembangan-perkembangan kepada DPR, termasuk target penyelesaiannya.
“Sampai pernyataan bahwa sebelum pemilu 2014 itu harus sudah selesai. Karena kita targetkan bahwa e-KTP sistem identitas tunggal itu harus selesai sebelum pemilu untuk daftar pemilih tetap yang valid,” katanya.
Karenanya Chairuman mengaku tidak mengetahui ihwal temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang kerugian negara Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP. "Saya tidak tahu BPKP," tukasnya.
Hari ini Chairuman datang ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi atas tersangka Sugiharto.
Selain dirinya, hadir pula Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga diperiksa sebagai saksi.
Pemanggilan Ganjar berkaitan dengan posisinya saat itu sebagai pimpinan Komisi II DPR 2009—2014.
Kepada awak media, berulang kali Ganjar mengaku tak masalah dengan pemanggilan tersebut. “Masalah e-KTP, kayaknya seluruh komisi II kemarin dipanggil memberikan kesaksian, kami datang,” ujar Ganjar.
Sehubungan kasus korupsi pengadaan e-KTP, KPK telah menetapkan dua tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek e-KTP 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 5,9 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2,3 triliun.