Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi akan menggunakan surat perintah penyidikan alias sprindik milik bekas pemimpin Lippo Group Eddy Sindoro untuk menyelidiki dugaan keterlibatan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Sebab, Nurhadi diduga menerima suap atas pengajuan peninjauan kembali atas perkara anak usaha Lippo Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan digunakannya sprindik milik Eddy lantaran KPK belum memiliki bukti kuat atas keterlibatan Nurhadi dan berharap agar cara tersebut dapat menyimpulkan dugaan keterlibatan Nurhadi.
“Data (fakta di pengadilan) tidak nyambung ke sana (dugaan Nurhadi terlibat suap). Jadi adanya (sprindik) Eddy Sindoro ini, kami ingin merangkai itu,” ujar Agus di gedung KPK, Selasa (6/12/2016).
Nama Eddy Sindoro dan Nurhadi memang kerap kali disebut dalam keterangan beberapa saksi di persidangan Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno, anak buah Eddy Sindoro yang merupakan tersangka atas kasus dugaan suap terkait pengamanan perkara di PN Jakpus.
Doddy tertangkap tangan memberikan uang Rp50 juta kepada Edy untuk meluluskan pengajuan peninjauan kembali perkara perdata yang melibatkan anak usaha Lippo Group.
Sementara Edy, seperti yang telah diberitakan sebelumnya, disebut oleh Jaksa penuntut umum (JPU) KPK bahwa dirinya terbukti menerima suap senilai Rp1,7 miliar dari Lippo Group dan gratifikasi Rp10 juta, US$ 70.000 atau setara dengan Rp900 juta, dan SIN$ 9.852 atau setara dengan Rp96 juta.
Dari keterangan saksi, Eddy Nasution diduga sebagai dalang dari suap tersebut. Dirinya lah yang memberikan perintah untuk pengurusan setiap perkara di pengadilan.
Adapun Nurhadi diduga pernah meminta uang Rp3 miliar untuk menangani perkara tanah di Tangerang. Dalam persidangan itu, Nurhadi bahkan telah dua kali dihadirkan dalam persidangan keduanya. Kendati, dia membantah semua tuduhan itu. Rupanya, dalam penyelidikan, kasus suap yang menjerat Edy dan Doddy bukanlah yang pertama kali.
Dari hasil penyidikan, Lippo Group diduga kerap menyuap Edy untuk menangani perkara-perkara lain yang menjerat anak perusahaan Lippo. Di antaranya adalah PT First Media, PT Metropolitan Tirta Perdana, PT Kymco Lippo Motor, dan PT Across Asia Limited.
Pada sisi lain, KPK bekerja sama dengan Kepolisian dan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam mencari bekas bos Lippo Group itu. Eddy masuk dalam list Daftar Pencarian Orang usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka.