Kabar24.com, JAKARTA - PT Japfa Comfeed Tbk telah menyiapkan permohonan pembatalan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pengajuan akan diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Desember mendatang.
Kuasa hukum Japfa Comfeed Asep Ridwan dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners mengatakan pihaknya telah siap dengan pembatalan permohonan. Kendati begitu, dia menolak menyebutkan lebih lanjut perihal isi keberatannya sebelum mendapat persetujuan kliennya.
"Draf pembatalan masih dalam proses kelengkapan. Siap diberikan ke PN Jakarta Selatan pada 7 Desember mendatang," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (1/12/2016).
Keberatan ini diajukan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada pertengahan Oktober lalu. KPPU memutus bersalah sebelas dari dua belas perusahaan pembibitan unggas.
Kesebelas breeder tersebut terbukti melakukan kesepakatan apkir dini enam juta induk ayam atau parent stock. Mereka didenda oleh KPPU dengan total Rp119,67 miliar.
Adapun, Japfa Comfeed dihukum dengan denda maksimal senilai Rp25 miliar. Perusahaan lain yang didenda dengan nominal serupa adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
Putusan KPPU menyebutkan Japfa dan sepuluh breeder lainnya terbukti meraup keuntungan dari tindakan apkir dini. Hal ini dilihat dari kenaikan harga anak ayam usia sehari atau day old chicken (DOC) di tingkat breeder setelah pengapkiran dini. Kenaikan harga DOC dari semula Rp4.800 menjadi Rp6.000 ini dialami oleh breeder pada kurun November hingga Desember 2015.
Kenaikan harga DOC tersebut diklaim KPPU mengakibatkan kerugian pada peternak sebesar Rp224 miliar.
Ditemui terpisah, Senior Vice President Head of Marketing & Sales Feed Division PT Japfa Comfeed Tbk Budiarto Soebijanto menuturkan pihaknya dam tim pengacara telah menyusun dasar keberatan pembatalan putusan KPPU.
Menurutnya, hasil putusan KPPU berserta kalkulasinya salah kaprah. “Dasar keberatan yang kami ajukan ke PN Jakarta Selatan yaitu kami tidak melanggar UU No.5/1999. Kami tidak melakukan kesepakatan kartel,” katanya.
Dasar tersebut merujuk pada pengertian dan tujuan kartel yaitu merugikan konsumen. Padahal, klaimnya, Japfa dan breeder lainnya yang dihukum KPPU malah membantu konsumen dalam hal ini peternak mandiri untuk mengurangi kelebihan pasokan DOC.
Instruksi tersebut juga telah diatur dalam Surat dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian.
Budiarto mengungkapkan KPPU seharusnya memperkarakan kebijakan pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), alih-alih menghukum para pelaku usaha.
Menurutnya, pelaku ushaa hanya menaati perintah dari mantan Dirjen PKH Muladno Basar untuk mengeksekusi apkir dini.
Selain itu, dia menilai KPPU tidak membagikan seluruh data ke publik. Lembaga persaingan usaha tersebut, hanya memaparkan kerugian yang dialami peternak senilai Rp224 miliar, akibat kenaikan harga DOC.
Padahal, KPPU mengetahui bahwa apkir dini juga menyebabkan keuntungan pada peternak di sisi live bird sebesar Rp688 miliar. “Keuntungan ini yang tidak dibagi ke publik. Seolah-olah apkir dini hanya menyebakan kerugian saja,” pungkasnya.