Kabar24.com, SAMARINDA - Puluhan warga Samarinda Provinsi Kalimantan Timur memadati area Tugu Pesut yang terletak di tepian Sungai Mahakam, depan Kantor Gubernur pada Senin (14/11/2016) malam.
Warga yang datang ini menyalakan seribu lilin dan menggelar doa bersama untuk para korban ledakan bom di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda Seberang.
Selain doa bersama, warga dari berbagai kalangan, suku dan agama ini juga bergandengan tangan serta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya untuk perdamaian di Tanah Air.
Salah satu korban bom, Intan Olivia Marbun (2,5) meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) AW Sjahranie Samarinda, Senin subuh, sekitar pukul 04.00 Wita.
Direktur RSUD AW Sjahranie Samarinda Rahim Dinata Majidi mengatakan Intan meninggal dunia akibat menderita luka bakar cukup parah, yakni mencapai 78%.
Selain menderita luka bakar, Intan juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat terjadi ledakan.
"Luka bakar di atas 45% bagi orang dewasa saja sudah tergolong parah, apalagi sampai 78%, dan ini dialami oleh balita. Korban juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat terjadi ledakan," ujarnya.
Sementara itu, korban lainnya, yakni Triniti Hutahaya (3) tengah mengalami masa kritis karena luka bakar yang dialaminya 50% dan juga pembengkakan paru-paru.
Dua korban lainnya Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4) dan Anita Kristabel Sihotang (2) mengalami luka bakar 16%.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltim Hasyim Mi’radje mengaku kecolongan terjadinya bom di Gereja Oikumene pada Minggu (13/11).
Pelaku teror bom di Gereja Oikumene Samarinda Seberang, Juanda, telah diawasi ketika tiba di Samarinda sejak 2 tahun lalu.
"Ada sekitar 9 eks napi teroris yang berada di Kaltim dan kami selalu awasi mereka. Juanda ini sebelum ke Kaltim dia ke Sulawesi lalu disuruh temannya saat di penjara untuk ke Kaltim karena ada keluarganya," katanya.
Dari 9 residivis, lanjutnya, hanya Juanda lah yang susah untuk dilakukan pembinaan. FKPT bersama dengan intelejen selalu melakukan pengawasan kepada mantan napi teroris yang berada di Kaltim.
"Mereka eks napi ini diawasi tapi kami enggak tau kapan mereka beraksi karena undang-undang terkait terorisme enggak boleh menangkap sebelun mereka melakukan. Jadi ya harus ada bukti. Kami hanya bisa memantau dan mengikuti pergerakan mereka. Apalagi bahan bom molotov kan beda dengan jenis bom lainnya. Ya kami kecolongan si Juanda ini," tutur Hasyim.
Pembinaan residivis di Kaltim dilakukan berbagai macam yakni dengan ceramah agama, terlibat dalam kegiatan masyarakat hingga dibentukan koperasi untuk hidup para eks napi ini.
Pasalnya, para residivis ini mempunyai keluhan dalam bermata pencaharian karena selalu dicurigai oleh masyarakat.
"Mereka ngeluh hidup susah karena dicurigai. Mereka minta tolong bagaimana untuk bisa hidup. Kami lalu beri uang ke 8 eks napi selain Juanda ini Rp10 juta per orang tahun lalu untuk usaha. Lalu kami beri koperasi untuk kelola itu. Juanda termasuk baru di Kaltim dan baru masuk dikasi uang tahun ini," kata Hasyim.
Salah satu eks napi teror bom pada 2003, Yunus, bercerita bahwa residivis yang ada di Kaltim dilakukan pembinaan setiap dua bulan sekali.
Eks napi yang ada di Kaltim tersebar di beberapa wilayah yakni sebanyak 5 orang berada di Samarinda, 1 orang berada di Tenggarong Kutai Kartanegara, 2 orang di Kota Balikpapan dan 1 orang di wilayah Penajam Paser Utara.
"Pembinaan itu isinya ya kumpul bareng, ada diberi pekerjaan juga. Kami bentuk Koperasi Merah Putih. Juanda ini lain kelompok jadi belum masuk pembinaan. Saya enggak kenal juanda ini, mungkin ada tekanan lingkungan yang buat dia kembali neror lagi," ucap Yunus.
Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin meminta agar masyarakat Kaltim tidak khawatir dengan ancaman teror.
Pihaknya menyebut kondisi wilayah yang dijuluki Bumi Etam ini kondusif dan terus akan dijaga oleh aparat.
"Kaltim aman dan kondusif, tidak ada rasa takut. Jelang natal, kami lakukan operasi. Pokoknya, kami berikan pengamanan maksimal," ujarnya.
Saat ini, pihaknya masih melakukan penyidikan dan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Gereja Oikumene Samarinda Seberang.
"Pengawasan kepolisian itu rahasia. Itu enggak disosialisasikan ke publik. Jenis bom-nya masih diolah TKP. Yang diamankan 1 orang. Yang diperiksa saksi 19 orang," katanya.
Pihaknya pun mengakui terjadi kecolongan sebab adanya adanya UU Tentang Terorisme juga menyulitkan aparat untuk bergerak.
"Tak ada yang patut disalahkan. Di Malaysia, orang yang terindikasi melakukan tindakan terorisme sudah bisa ditangkap. Namun di Indonesia, kami tak bisa tangkap tanpa ada barang bukti," ucap Safaruddin.