Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian Lingkungan Hidup Gugat PT Waringin Agro Jaya Rp758 M

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggugat PT Waringin Agro Jaya atas tindakan perbuatan melawan hukum.
Helikopter BNPB jenis MI-8 melakukan pengeboman air di atas areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Selasa (9/8)./Antara
Helikopter BNPB jenis MI-8 melakukan pengeboman air di atas areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Selasa (9/8)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggugat PT Waringin Agro Jaya atas tindakan perbuatan melawan hukum. Perusahaan perkebunan kelapa sawit itu menyebabkan kebakaran hutan dan lahan seluas 1.626 ha di Palembang, Sumatra Selatan dengan taksiran kerugian Rp758,3 miliar.

Kuasa hukum KLHK Aldi Hepsiba Sigalingging mengatakan tergugat telah mengakibatkan kebakaran hutan yang menimbulkan beberapa kerugian. “Tergugat telah melakukan pembakaran hutan sebagai aksi land clearing di tanah berstatus hak guna usaha [HGU] dari negara,” katanya kepada Bisnis seusai persidangan, Selasa (8/11/2016).

Tergugat, lanjut dia, telah mengantongi rencana pengelolaan lingkungan hidup pembangunan kebun dan pabrik pengelolaan kelapa sawit seluas 26.000 di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Palembang, Sumatra Selatan. Adapun area yang diduga dibakar seluas 1.626 ha pada kurun Juli hinga September 2015.

Gugatan yang dilayangkan dengan nomor perkara 456/Pdt.G.LH/2016/PN JKT.SEL ini akan dibuktikan dengan prinsip strict liability.

Dalam berkas gugatannya, KLHK menuntut ada penerapan tanggung jawab mutlak pada pencemaran lingkungan yang disebabkan perusahaan. Adapun konsep strict liability tidak perlu ada unsur kesengajaan atau kealpaan yang mengharuskan tergugat bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan.

“Apabila tindakan perusahaan telah merugikan lingkungan hidup, maka perusahaan bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa adanya pembuktian kesalahan,” tuturnya.

Gugatan strict liability tersebut, sebutnya, telah diatur dalam UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kementerian menuntut PT Waringin Agro Jaya membayar ganti rugi materiil dari aksi kebakaran lahan dan hutan senilai Rp173,4 miliar. Selain itu, perusahan juga diminta melakukan tindakan pemulihan terhadap lahan yang terbakar sebesar Rp584,9 miliar. Biaya dengan total Rp758,3 miliar tersebut telah berdasarkan hitungan pemulihan lahan agar dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengungkapkan kementeriannya semakin aktif memperkarakan perusahan perusak lingkungan. Gugatan ganti rugi sekaligus biaya pemulihan yang diminta oleh kementerian dalam persidangan diharapkan dapat memberikan efek jera.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum PT Waringin Agro Jaya M. Halim Latuconsina membantah seluruh gugatan KLHK. Menurutnya, gugatan kementerian salah sasaran karena kliennya telah memperoleh HGU konsesi perkebunan.

Halim mengungkapkan pihaknya akan membuktikan bahwa kliennya tidak melakukan aksi land clearing. Selain itu, status pembekuan izin tergugat juga telah dicabut pada Januari 2016. Artinya, perseroan turut bertanggung jawab memulihkan sarana dan prasarana akibat kebakaran.

“Surat Keputusan [SK] pencabutan pembekuan izin ini akan kami jadikan bukti di pengadilan. Kami tidak bersalah,” katanya saat ditemui di kesempatan yang sama.

Dia mengklaim pengaktifan kembali izin usaha didapatkan setelah tergugat melengkapi syarat pemulihan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan melengkapi infrastruktur penunjang pemadam kebakaran. “Pembekuan izin saya sudah dicabut tetapi mengapa tetap ada gugatan,” tuturnya.

Selain itu, pembuktian lainnya akan dihadirkan pada sidang saksi ahli. Halim berujar, saksi ahli akan membeberkan penyebab kebakaran lahan dan hutan yang terjadi akibat perilaku masyarakat yang menangkap ikan dengan sistem lebak lebung sonor.

Masyarakat di kawasan konsesi membuka lahan dengan cara membakar lahan yang sudah kering. Adapun sistem tersebut dilegalkan oleh pemerintah daerah setempat. “Pembakaran tersebut merambat ke lahan klien kami dan menyebabkan kebakaran. Ini akan dibuktikan dengan mengundang saksi ahli,” ungkapnya.

Hal ini, sebutnya, merugikan tergugat karena lahan terbakar telah ditanam sejak 2008 dan sedang dalam masa pemeliharaan (maintenance). Halim menyatakan pihaknya juga telah memperkarakan kasus kebakaran oleh perilaku masyarakat ini ke kepolisan Ogan Komering Ilir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper