Kabar24.com, JAKARTA – Guru besar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai kebijakan kepolisian melakukan gelar perkara terbuka untuk umum berlebihan.
Kepolisian sebenarnya cukup memberikan hasil penyelidikan dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok secara terbuka.
“Hasil penyelidikan sangat ditunggu-tunggu, tapi gelar perkara disiarkan secara langsung [di media massa] rasanya berlebihan,” ujar Hibnu kepada Bisnis, Senin (7/11/2016).
Gelar perkara secara terbuka untuk umum dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Seyogyanya gelar perkara dilakukan secara tertutup, sesuai dengan hukum acara pidana.
Apabila gelar perkara dilakukan secara terbuka dan disaksikan masyarakat umum, bisa jadi ada penghilangan atau penyelewengan bukti yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Wacana membuat gelar perkara secara terbuka diungkapkan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian akhir pekan kemarin.
Hal itu dilakukan atas perintah langsung dari Presiden Joko Widodo melihat seluruh masyarakat menanti hasil penyelidikan kasus tersebut.
Di sisi lain, menurut anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Taufiqulhadi, gelar perkara terbuka untuk umum tidak menjadi soal.
Hal itu dapat menunjukkan sikap keterbukaan Kepolisian dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok.
Gelar perkara sesuai mekanisme yang ada, malah akan menimbulkan kecurigaan dari masyarakat.
“Jangan sampai ada tuduhan-tuduhan di balik itu. Kalau diambil secara tertutup dinyatakan Ahok tersangka, akan timbulkan dugaan tuduhan di kalangan pendukung Ahok, dan [berlaku] sebaliknya,” ujarnya.
Kondisi saat ini yang cukup sensitif, ujarnya, memang membutuhkan keterbukaan semua pihak, karena itu butuh pengecualian dalam hal ini.
Dia yakin Tito tidak akan melakukan gelar perkara terbuka jika tidak benar-benar dibutuhkan.