Kabar24.com, JAKARTA – Setara Institute melihat kasus penodaan agama yang tercatat di kepolisian meningkat pascareformasi.
Sejak ada Penetapan Presiden No. 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama hingga 1998 tercata ada 10 kasus. Selama 15 tahun ke belakang tercatat ada 50 kasus terkait penodaan agama.
“Sistem [pemilu] proporsional terbuka di tengah keterbatasan kretivitas politik. Ini saya rasa ikut menjadi faktor,” kata peneliti Setara Institute Ismail Hasani di Gedung Parkati Center, Jakarta, Rabu (2/11/2016).
Semakin lama, kasus yang dilaporkan pun semakin tidak jelas. Oleh karena itu, dia meminta perhatian khusus pemerintah untuk mengatur dengan jelas hal-hal yang bisa digolongkan ke dalam penistaan dan penodaan agama.
Ismail menilai Pasal 156a KUHP yang selama ini digunakan multi tafsir dan sangat lemah. Dia khawatir pasal tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan politik.
Sebab, belakangan dia melihat dalam banyak kasus SARA warna politik jauh lebih dominan dibandingkan dengan iktikad penegakan hukum.