Bisnis.com, JAKARTA - PT Bhineka Karya Manunggal diputus pailit oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pertimbangan putusan ini yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menolak penawaran perjanjian perdamaian.
Ketua majelis hakim Jamalludin Samosir mengatakan BBNI yang merupakan satu-satunya kreditur separatis, tidak menyetujui perpanjangan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap.
"Mengadili menerima laporan tim pengurus dan menyatakan PT Bhineka Karya Manunggal pailit dengan segala akibat hukumnya," katanya saat membacakan putusan, Senin (31/10/2016).
Salah satu pengurus restrukturisasi utang PT Bhineka Karya Manunggal Widia Gustiwardini mengatakan setelah diputus pailit oleh hakim, kurator akan langsung melaksanakan tugasnya mulai dari mengumumkan kepailitan di koran.
Kurator juga akan meminta seluruh kreditur untuk mendaftarkan tagihannya kembali dengan surat kuasa baru. "Kami kini dalam proses mengevakuasi aset jadi belum berapa total asetnya," ujarnya selepas sidang.
Dia menekankan PT BKM sudah tidak memilki kewenangan atas aset. Pasalnya. Seluruh aset sudah berpindah ke kurator.
Widia berharap seluruh aset perusahaan dapat memenuhi dan menyelesaikan seluruh tagihan kreditur. Aset akan dibagikan berdasarkan tingkatan kreditur, mulai dadi preferen, separatis dan konkuren. "Kami berharap debitur kooperatif untuk bisa menyelesaikan semuanya,"
Menanggapi, Direktur Bhineka Karya Manunggal Mahendro mengungkapkan akan mengikuti proses kepailitan secara kooperatif.
Meski begitu, pihaknya menyayangkan langkah BBNI yang menolak perpanjangan proposal dari debitur. Padahal dia mengklaim tagihan BBNI telah dijaminkan berdasarkan undang-undang.
"Untuk langkah ke depan seperti eksekusi aset akan kami serahkan seluruhnya ke kuasa hukum kami," tuturnya.
Dia berujar, seluruh aset perusahaan masih potensial untuk membayar seluruh tagihan kreditur. Aset debitur, sebutnya, melebihi nilai tagihan apabila dinilai dengan harga lelang dan hak tanggungan.
Adapun aset tersebut berupa tanah di Citereup dan Karawang serta sejumlah mesin dan bangunan.
Sebelumnya, BBNI menolak proposal perdamaian karena menilai tidak ada perubahan yang signifikan. Debitur masih belum mengakui tagihan konkuren sebesar Rp63 miliar dalam perjanjian perdamaiannya.
Total tagihan kreditur berkode BBNI terhadap debitur mencapai Rp565,4 miliar. Tagihan tersebut terdiri dari sifat konkuren senilai Rp63,1 miliar dan separatis atau terdapat jaminan sebesar Rp502,3 miliar.