Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) turut mengawasi adanya transaksi yang dilakukan oleh Politically Exposed Persons (PEPs).
Yang dimaksudkan oleh PEPs itu sendiri terdiri atas penyelenggara negara dan politisi yang memiliki jabatan strategis di partainya. PPATK pun menyatakan sudah mengetahui adanya transaksi mencurigakan dengan nominal yang rendah. Pun demikian hal itu tidak segera ditindaklanjuti sebelum mendapat laporan dari pihak pelapor.
"Untuk bisa sampai pada kualitas pelaporan LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan) yang akurat, maka pihak pelapor (bank) harus secara tertib dan disiplin melaksanakan Know Your Costumer (KYC)," ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, Senin (10/9/2016).
Agus menjelaskan alasan PPATK tidak melakukan rekomendasi secara langsung agar pihak bank bisa mengetahui secara detil pola transaksi mencurigakan oleh terduga pelaku TPPU. Untuk pelaksanaan KYC sendiri menurut Agus, Otoritas Jada Keuangan (OJK) sebagai regulator akan mengawasi pelaksanaan KYC oleh perbankan.
Pelaporan LTKM ini, menurut Agus ada masanya yakni tiga hari kerja sejak tranaksi yang diduga mencurigakan dilakukan. Namun jika tiga hari transaksi dilakukan belum ada pelaporan, PPATK yang akan merekomendasikan hasil laporannya ke aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pihak pelapor (bank) harus berupaya menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang akurat dalam 3 hari kerja sejak transaksi dilakukan,"ujarnya.
"Agar proses penegakan hukum bisa berjalan efektif, maka hasil analisa PPATK harus ditindaklanjuti oleh penegak hukum, misalnya KPK dengan proses penyelidikan atau penyidikan," tambah Agus.
Diketahui sebelumnya, KPK bersama PPATK, Perbankan,dan OJK mengadakan pertemuan di Gallery Kunskring pekan lalu untuk membahas kerja sama terkait sinkronisasi data PEPs.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengungkapkan dewasa ini banyak pihak yang melakukan transaksi pencucian uang tetapi tidak terdeteksi karena nominal transfer di bawah Rp500 juta.
Padahal seperti diketahui, pihak bank akan segera melaporkan kepada PPATK jika ada transaksi mencurigakan dengan minimal Rp500 juta.
"Kami ingin menyinkronisasi data-data tax Politically Expose person. Data perbankan belum dimasukan ke kategori tertentu dalam database mereka masing-masing," ujar Laode.
Laode menambahkan jika PEPs sudah disinkronisasikan dengan KPK, PPATK, serta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) transaksi yang dianggap mencurigakan akan bisa terdeteksi meski nilai transfer yang dilakukan dibawah Rp 500 juta.
"Banyak sekali orang yang sengaja transaksinya kurang dari Rp500 juta. Tapi kalau ada data PEP di situ mungkin banknya bisa langsung mengontak PPATK atau OJK," tukasnya.