Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menentang AS, Presiden Filipina Rodrigo Duterte Dinilai Akan Hadapi Masalah Besar

Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang dikenal kontroversial diperkirakan akan menghadapi masalah besar atas sikapnya yang melawan Amerika Serikat.
Rodrigo Duterte saat masih menjabat Wali Kota Maverick, Filipina, Selasa (10/5/2016)./Reuters
Rodrigo Duterte saat masih menjabat Wali Kota Maverick, Filipina, Selasa (10/5/2016)./Reuters

Kabar24.com, WASHINGTON - Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang dikenal kontroversial diperkirakan akan menghadapi masalah besar atas sikapnya yang melawan Amerika Serikat.

Duterte menghadapi masalah besar menyusul ancamannya untuk mengurangi pembelian persenjataan dari Amerika Serikat demi mendapatkan persenjataan dari Rusia dan China, termasuk melatih ulang pasukan, yang sangat terbiasa dengan AS, kata pakar, Selasa.

Duterte mengatakan dalam pidato di Manila pada Selasa bahwa Amerika Serikat tidak ingin menjual sejumlah peluru kendali dan persenjataan lain ke Filipina, namun Rusia dan China mengatakan kepadanya bahwa mereka dapat menyediakan perlengkapan itu dengan mudah.

Tanggapan itu adalah yang terbaru dari serangan terhadap AS, yang dikeluarkan hampir tiap hari, yang memicu pertanyaan terkait persekutuan lama, yang penting bagi strategi AS untuk menyeimbangkan pasukan mereka di Asia dan menangkal pengaruh China.

Karena dibuat marah oleh tanggapan AS terhadap perang melawan narkotikanya, Duterte menyebut Presiden Barack Obama sebagai "bajingan", mengancam mengakhiri pelatihan militer gabungan dengan Washington dan mulai mendekati pesaingnya, Rusia dan China.

Pejabat AS meremehkan tanggapan Duterte dan lebih berfokus kepada persekutuan lama mereka, yang ditingkatkan dalam beberapa tahun belakangan sebagai tanggapan klaim China atas Laut China Selatan.

Gedung Putih mengatakan pada Selasa bahwa Amerika Serikat belum menerima hubungan resmi dari pemerintahan Duterte terkait perubahan hubungan.

Amerika Serikat merupakan penyedia senjata terbesar tunggal bagi Filipina, menurut data yang dimiliki oleh Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), yang melacak pengeluaran militer secara global.

Kedua negara semakin berdekatan secara militer dalam dua tahun terakhir, mengadakan lebih banyak latihan, dan lebih banyak kunjungan kapal dan pesawat AS sebagai bentuk usaha diplomatis di Asia untuk menghadapi China.

Filipina merupakan penerima data AS terbesar di wilayah Asia-Pasifik di bawah program Pendanaan Militer Asing, yang diberikan oleh AS untuk membantu sejumlah negara membeli peralatan dan persenjataan buatan Amerika. Negara itu menerima 50 juta dolar AS dalam program tersebut pada tahun fiskal 2015.

Ketergantungan terhadap persenjataan dan sistem AS berarti militer Filipina harus mengatur ulang struktur komando dan pengendalian jika mereka ingin berpindah ke sistem buatan China atau Rusia, ujar Richard Javad Heydarian, seorang profesor dari Universitas De La Salle di Manila dan seorang mantan penasihat Dewan Perwakilan Filipina.

"Akan ada sejumlah permasalahan dengan pengaturan," Heydarian mengatakan.

"Itu memerlukan waktu bertahun-tahun bagi tentara Filipina untuk membiasakan diri mereka dengan teknologi yang baru," lanjutnya seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/10/2016).

Filipina menghabiskan 3,9 miliar dolar AS untuk sektor militernya pada 2015, menurut data SIPRI. Anggaran itu telah meningkat hampir tiap tahunnya sejak 2010.

Meskipun Rusia dapat menawarkan sistem persenjataan bermutu tinggi, pihak Filipina harus memperhitungkan keselarasan mereka dengan peralatan buatan Amerika yang sudah ada, ujar Lyle Goldstein, seorang pakar isu maritim China dari Perguruan Tinggi Perang Laut AS.

"Anda tidak dapat sekadar membeli radar dari negara ini dan misil dari negara itu, persenjataan harus bekerja selaras," kata Goldstein.

Dia menyebutkan, banyak pejabat Filipina dididik di AS dan hal itu menghubungkan dengan erat budaya militer kedua negara.

Hubungan militer AS dan Filipina sangat baik dalam perdagangan senjata, memperluas latihan militer dan dukungan perawatan.

Rusia dan China tidak memiliki reputasi serupa terkait pemberian latihan dan dukungan, ujar Amy Searight, mantan wakil asisten menteri pertahanan AS untuk Asia Selatan dan Tenggara.

"Amerika Serikat dikenal karena cukup baik dalam spektrum dukungan untuk membangun kemampuan," katanya, "Itu bukan hanya persenjataan atau perlengkapan atau kendaraan ataupun peralatan. Mereka menggunakan itu untuk membangun kemampuan."

Diperkirakan, tujuan Duterte adalah untuk memberikan sinyal kepada China bahwa dirinya bersedia mengubah kerjasama militer AS-Filipina yang sudah ada, meskipun hanya sedikit, ujar Heydarian.

Itu mungkin berarti merelokasi latihan militer tahunan AS-Filipina "Balikatan" dari Laut China Selatan, atau menolah memperluas akses militer Amerika ke markas-markas Filipina, ujarnya.

Duterte juga dapat dipandang mencoba memperkuat kedudukannya demi mendapatkan harga lebih baik untuk peralatan militer dari Amerika Serikat, kata pakar. Persenjataan buatan Rusia dan China pada umumnya lebih murah daripada buatan Amerika Serikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper