Kabar24.com, JAKARTA -- Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman akan membentuk konvensi tingkat regional melawan illegal fishing dan pencemaran laut dengan sampah plastik.
Arif Havas Oegroseno, Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator bidang Maritim menyatakan konvensi tersebut melibatkan negara-negara di Asia Tenggara dan negara yang berbatasan dengan Asia Tenggara.
"Kami juga mengundang negara pasar atau market state seperti misalnya Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Eropa," ungkap Havas di Gedung BPPT, Kamis (14/9).
Dia merencanakan konvensi tersebut akan dilangsungkan sekitar Oktober sampai November tahun ini. Havas menyebut ada dua agenda penting dalam konvensi tersebut.
Pertama terkait sosialisasi kerjasama antar negara mengamankan laut. Kedua, Kemenko Maritim bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk membentuk kelompok negara-negara Asia Tenggara melawan illegal fishing dan membawa agenda tersebut ke tingkat PBB.
"Ada lagi, kita akan menyelenggarakan konferensi nasional mengenai sampah plastik di laut. Untuk tingkat regional kita coba desain dibuat suatu konferensi regional untuk negara di Laut Cina Selatan," jelas Havas.
Dia menegaskan, Indonesia masuk peringat kedua negara dengan sampah plastik di laut yang terbesar di dunia. Peringkat pertaka diduduki oleh negara Cina. Laporan tersebut disusun dari University of Georgia di Amerika Serikat.
"Sebenarnya semua negara di Asia Tenggara ini masuk 25 besar peringkat sampah plastik terbanyak di laut," jelasnya.
Havas menjelaskan bahwa 40% dari ikan-ikan kecil memakan sampah plastik di Tokyo Bay.
Menurutnya, habitus ian-ikan kecil yang cenderung makan sampah plastik di sekitar perairan Asia harus segera diselesaikan.
"Kita harus susun action plan sesudah menyelesaikan pengkajian itu. Karena sudah terbukti ada beberapa negara yang sukses mengurangi sampah plastik laut. Misalnya di Rio, Brazil, dan di Colombia," tuturnya.
Dia memaparkan, mayoritas sampah-sampah plastik tersebut bersumber dari sungai. Sebagian kecil sampah plastik juga disumbangkan dari wisatawan pantai.
Selain itu sampah plastik juga sangat tergantung dengan pola ombak yang bisa menghanyutkan sampah ke berbagai tempat.
"Misalnya di Pulau Biawak, di atasnya Banten. Kami buatkan lokasi monitoring dan menemukan dari lima botol miniman plastik di laut. Itu ada tiga tidak dari Indonesia. Itu dari India, ada Bangladesh, dan Singapura. Dua sisanya, bukan dari Jawa tetapi Kalimantan dan Makassar, maka kami harus tahu perilaku ombak," paparnya.
Menurut kepala penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia pada 2015 lalu, bahwa setiap tahun sekitar 8,8 juta ton sampah plastik tersebar di laut-laut seluruh dunia.
"Maka itu kami [Kemenko Maritim] sejak bulan Juni melakukan survei ke 18 kota pilihan di pantai-pantai besar, berapa total sampah plastiknya. Targetnya Desember selesai," imbuhnya.
Adapun jumlah total sampah itu setara lima kantong belanja penuh dengan sampah plastik menutupi setiap 30 cm garis pantai di seluruh dunia.
Para penyumbang terbesar adalah negara-negara berkembang di Asia yang tidak menanggulangi cara pembuangan sampah.
Pasalnya, lebih dari setengah sampah plastik yang mengalir ke laut datang dari lima negara: China, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Sri Lanka, diikuti oleh Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Bangladesh.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, Jambeck memperkirakan bahwa pada 2025 akumulasi sampah plastik di lautan akan mencapai sekitar 170 juta ton.
Adapun Cina adalah negara yang dianggap bertanggung jawab atas 2,4 juta ton plastik yang sampai di lautan atau sekitar 28% dari jumlah total. Sementara Amerika Serikat berkontribusi hanya 77.000 ton, atau kurang dari 1%.