Bisnis.com,JAKARTA— Moratorium pengiriman batu bara ke Filipina akan berlanjut hingga negara tersebut menjamin keamanan wilayah perairannya setelah kejadian penculikan tujuh kru kapal Indonesia.
Indonesia khawatir bahwa tindakan pembajakan di Laut Sulu, satu koridor kalur laut exportir batu bara dunia dengan lalu lintas yang padat, berkembang ke tahap yang sama parahnya dengan kejadian di Somalia.
Pada April lalu, angkatan laut Indonesia menginstruksikan agar seluruh kapal komersil menghindari wilayah yang rentan pembajakan di selatan Filipina.
Analis mengatakan wilayah ini dilalui muatan kargo senilai US$40 juta dalam setahun, termasuk super taker dari Samudra Hindia.
“Pemerintah Indonesia memutuskan bahwa moratorium ekspor batu bara ke Filipina akan diperpanjang hingga ada kejelasan jaminan keamanan dari pemerintah Filipina,” kata Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi seperti dikutip dari Reuters, Jumat (24/6/2016).
Indonesia menasok 70% kebutuhan batu bara Filipina. Tahun lalu Indonesia mengekspor sekitar 15 juta ton batu bara senilai US$800 juta.
Tingginya intensitas pembajakan membuat otoritas sejumlah pelabuhan Indonesia, khususnya Kalimantan berhenti menerbitkan izin pelayaran bagi kapal yang membawa batu bara ke wilayah Selatan Filipina.
Sementara itu, Filipina mengaku sedang berusaha untuk mengatasi pembajakan di wilayah selatan sembari mengusahakan batu bara dari pemasok lain.
“Mendatangkan batu bara dari Australia atau Rusia akan membutuhkan biaya tambahan yang harus dibebankan kepada konsumen,” kata Rino Abad dari Departemen Energi Filipina.
Sebelumnya, Retno mengkonfirmasi bahwa tujuh orang kru kapal Indonesia telah diculik oleh dua kelompok bersenjata.
“Pemerintah akan mencoba segala kemungkinan untuk membebaskan sandera,” katanya.
Otoritas sedang berusaha memastikan apakah pelaku penculikan kali ini merupakan militan Abu Sayyaf.