Bisnis.com, PADANG— Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengklaim sudah memanfaatkan integrasi tanaman pangan di lahan sawit seluas 7.000 Ha di sejumlah kabupaten di daerah itu.
Zulhendi, Kasi Benih Tanaman Pangan Dinas Pertanian Sumbar menyebutkan sudah memanfaatkan 7.000 Ha lahan sawit yang tengah diremajakan dengan tananam pangan berupa padi dan jagung.
“Untuk tanaman jagung sudah 6.000 Ha, tanaman padi gogo 1.000 Ha. Target kita tahun ini bisa memanfaatkan lahan 12.000 Ha,” katanya, Jumat (29/4/2016).
Dia mengatakan sistem tumpang sari atau integrasi lahan sawit dengan tanaman pangan merupakan salah satu strategi mengejar swasembada pangan mengingat keterbatasan pembukaan lahan baru.
Menurutnya, saat ini Sumbar potensial memiliki 200.000 Ha lebih lahan sawit yang bisa dimanfaatkan untuk integrasi tanaman pangan.
“Potensinya di Sumbar masih besar, ada 200.000 Ha lebih yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Dia mengatakan lembaganya juga mendorong pemda kabupaten di daerah itu melakukan sistem tanam tumpang sari di lahan perkebunan yang tengah diremajakan, seperti karet dan sawit.
Sejumlah kabupaten yang memiliki lahan perkebunan antara lain Pasaman Barat, Pasaman, Agam, Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Sijunjung, dan Dharmasraya.
Kepala Dinas Perkebunan Sumbar Fajaruddin menyebutkan 40% dari total 390.380 Ha lahan sawit yang ada di daerah sudah harus diremajakan karena berusia tua dan produktivitas yang terus menurun.
“40% dari total lahan sawit yang ada di Sumbar sudah perlu diremajakan. Dan lahan yang ada bisa dimanfaatkan untuk tumpang sari dengan tanaman pangan. Begitu pula untuk kebun karet dan kakao,” katanya.
Dia mengatakan produksi cruid palm oil (CPO) atau minyak sawit di daerah itu hanya berkisar 1,15 juta ton per tahun dari luas lahan yang ada.
Fajaruddin mengungkapkan sebagian besar sawit yang perlu replanting atau penanaman kembali itu, merupakan sawit tua yang ditanam di tahun 1980 an, sisanya adalah sawit masyarakat yang ditanam tidak menggunakan varietas unggul, sehingga menyebabkan produktivitas sawit rendah.
Selain itu, karena lemahnya pemeliharaan kebun, dan penerapan praktik pertanian yang belum dilakukan secara optimal membuat produksi juga tidak maksimal.
Selain sawit, peremajaan imbuhnya, juga diperlukan untuk kebun karet di daerah itu yang totalnya mencapai 178.997 Ha, karena sudah tidak produktif lagi.