Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akses Obat di Program JKN Dinilai Masih Terkendala

Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan kebijakan Kesehatan FKM UI Prof dr. Hasbullah Thabrany mengatakan saat ini masih terdapat beberapa masalah akses obat di Indonesia, terutama untuk program Jaminan Kesehatan Nasional dari pemerintah.

Bisnis.com, JAKARTA- Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan kebijakan Kesehatan FKM UI Prof dr. Hasbullah Thabrany mengatakan saat ini masih terdapat beberapa masalah akses obat di Indonesia, terutama untuk program Jaminan Kesehatan Nasional dari pemerintah.

Hasbullah mengatakan beberapa akar masalah tersebut antaralain adanya informasi asimetris tentang kebutuhan dan keinginan pasien maupun dokter selama ini. Masalah lainnya adalah adanya distorsi paham “generik” vs “paten” yang membuat masyarakat menganggap obat paten itu identik dengan merk dagang.

Masalah lainnya, katanya, adanya distorsi faham Fornas, kapitasi, dan CBG serta masalah dalam kebijakan dan pengadaan obat yang menimbulkan moral Hazard dan fraud.

Sulitnya akses obat untuk pasien ini menjadi salah satu komponen layanan kesehatan yang paling banyak dikeluhkan dalam JKN . Padahal, semestinya program tersebut memudahkan pasien untuk mengakses kebutuh obat sesuai kebutuhan.

“Pada dasarnya program public JKN itu untuk menjamin kebutuhan pasien, dimana dokter menentukan  diagnosis dan pilihan obat yang bisa berbentuk generic atau paten, sesuai kebutuhan tersebut. Namun yang sering menjadi permasalahan adalah adanya keinginan dan persepsi dimana obat paten itu lebih ampuh,” ujarnya dalam dialog public bertema “Acces to medicine” di Jakarta Kamis (21/04)

Karenanya, katanya, Fornas dijadikan sebagai “Pedoman” yang tak terpisahkan dari JKN. Namun, jika memang risiko kesehatan lebih besar, maka tidak harus mengacu pada Fornas. Karena itulah sebaiknya Fornas dipisahkan terpidah dari paket yang ada untuk obat akut. Selain itu, kebijakan obat dalam Fornas harus tersedia di fasilitas kesehatan.

“Seharusnya obat FORNAS tersedia di Indonesia. Dan itu tanggung jawab Kemenkes. Jika tidak ada yang produksi, inefisien, maka pemerintahlah yang mensubsidi,” tambahnya.

Untuk menangani masalah akses medis tersebut, dia menyarankan beberapa hal yang seharusnya diambil dan dilakukan.

Pertama, keterbukaan proses penetapan Fornas, HPS, RKO, penetapan kapitasi, dan penepatan CBG harus diperkuat.

Kedua, studi aspek-aspek rantai kebijakan, pengadaan, penyediaan, dan kualitas obat harus diperbanyak. Dananya bisa berasal dari hibah Pemerintah dan pihak swasta.

Ketikga, peningkatan tenaga pengamat, pengawas, dan peneliti Akses perlu digalakan.

Keempat, sosialisasi terus menerus dilakukan untuk mengurangi distrosi faham pemangku kepentingan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper