Bisnis.com, JAKARTA - Nasabah PT Bank Permata Tbk Thjo Winarto mengadukan putusan dewan majelis hakim, terkait pembobolan rekening ke Komisi Yudisial.
Hal yang melatarbelakangi langkah ini yaitu pihak penggugat mendapatkan salinan putusan sidang yang berbeda dengan putusan perkara yang dibacakan oleh majelis hakim pada 26 Januari 2016.
Thjo Winarto sebagai penggugat telah menerima salinan hasil putusan sidang pada 14 Maret lalu, atau berselang satu setengah bulan setelah sidang putusan. Namun terdapat beberapa poin yang berbeda antara berkas salinan putusan dengan hasil putusan yang dibacakan oleh ketua majelis hakim, Aswandi.
Dalam persidangan yang berlangsung pada Januari, Majelis hakim menolak seluruh gugatan dari penggugat terhadap Bank Permata terkait pembobolan rekening. Hakim menilai raibnya uang sejumlah Rp245 juta di rekening penggugat bukanlah kesalahan dari Bank Permata melainkan keteledoran dari penggugat.
Barang bukti yang digunakan hakim untuk membuat keputusan yaitu salinan percakapan singkat di Blackberry Messanger antara penggugat dan Relationship Manager Bank Permata Zulhendri.
Dari percakapan tersebut diketahui bahwa telepon seluler milik penggugat hilang di Serpong, Tangerang Seatan. Akibatnya, diduga ada oknum yang tidak bertanggung jawab mengoperasikan SMS Banking penggugat.
Thjo Winarto mengatakan salinan putusan yang diterima ditangannnya sama sekali tidak memuat tentang dugaan pengoperasian SMS Banking oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Padahal seharusnya, isi salinan putusan harus sama persis dengan setiap kata yang diutarakan oleh hakim di sidang putusan.
“Ini kenapa bisa beda? Saya tanya paniteranya malah saya yang disalahkan dan dikira salah dengar. Padahal beberapa orang yang berada di sidang putusan , termasuk para wartawan, mendengar seperti yang saya dengar,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/4/2016).
Dia mempertanyakan integritas majelis hakim dalam memproses perkaranya. Dia juga menillai ada unsur ketidakprofesionalitasan dan kurangnya kemampuan hakim dalam mengurus kasus ini.
Pihaknya dengan kuasa hukum mengaku telah membuat draft laporan dugaan pelanggaran majelis hakim PN Jakarta Selatan terhadap kasusnya dengan Nomor 92/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL ke Komisi Yudisial.
Dalam draft itu, penggugat juga memasukkan dugaan adanya penggelapan informasi dan adanya fakta penting yang diabaikan dalam persidangan.
Menurutnya, majelis hakim membuat putusan berdasakan fakta yang keliru. Pengugat menganggap percakapan via BBM antara dirinya dan pihak Permata Bank tidak bisa dijadikan satu-satunya bukti pengambilan keputusan.
Selain itu, pihak permata bank yang menghubungi dirinya via BBM juga tidak mendatangi persidangan. “Terlebih lagi, yang dipermaslahkan dari pembobolan rekening saya ini yaitu metode internet banking. Karena saya pakainya internet banking bukan SMS banking yang sering disebut oleh majelis hakim,” tuturnya.
Metode pengambilan uang antara internet banking dan SMS banking memiliki proses yang berbeda.
Penggugat berharap proses sidang di Komisi Yudisial dapat memberikan rasa keadilan. Dia juga berharap mendapatkan hakim yang paham betul tentang seluk beluk transaksi mobile banking.
Sebelumnya, Ketua majelis hakim Aswandi mengatakan Bank Permata telah membuktikan adanya penelusuran terkait transaksi yang terjadi pada rekening penggugat. Hasilnya, transaksi tersebut telah menggunakan akun, kata kunci, dan token yang benar.
Majelis hakim berpendapat bobolnya rekening penggugat bukan disebabkan oleh kesalahan dari pihak tergugat. Terlebih, transaksi tersebut menggunakan layanan SMS Banking dari Bank Permata. "Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," kata Aswandi saat membacakan amar putusan, Januari lalu.
Kuasa hukum penggugat Ari Nizam mengatakan putusan hakim telah melampaui konteks gugatannya. "Konteks gugatan kami itu internet banking, tetapi pertimbangan majelis hakim menyebut adanya SMS banking," kata Ari.
Dimintai keterangannya, Corporate Secreatary Bank Permata Alfianto Domy Aji tidak merespon pertanyaan dari Bisnis. Telepon dari Bisnis juga tidak kunjung diangkat.