Bisnis.com, JAKARTA - PT Bukit Darmo Property Tbk optimistis memenangkan persidangan dalam gugatannya pada majelis arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), yang memeriksa perkaranya dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Pasalnya, emiten properti yang berbasis di Surabaya itu telah membuktikan iktikad buruk dan dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat. Adapun putusan sidang dengan perkara No. 454/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel ini akan digelar pada 25 April mendatang.
Kuasa Hukum PT Bukit Darmo Property Tbk Damianus H. Renjaan bersikukuh bahwa gugatan dari perusahaan akan dikabulkan oleh majelis hakim. Hal ini berdasarkan beberapa hasil persidangan yang membuktikan ada niatan yang tidak baik yang dilakukan oleh para arbiter.
“Di beberapa persidangan sudah tampak bahwa para arbiter terbukti memiliki iktikad buruk ketika memeriksa dan memutus sengketa antara kami dan WIKA di Badan Arbitrase Nasional Indonesia [BANI],” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/4/2016).
Majelis arbiter dianggap lalai dalam memeriksa perkara dan memutus sidang. Dalam sengketa yang dihadapi penggugat dengan WIKA, majelis arbiter seharusnya memutus perkara berdasarkan kaidah hukum materil, seperti bukti perjanjian dan praktek kebiasaan bisnis yang berlaku. Pihaknya menilai majelis arbiter mengabaikan hal tersebut.
Selain itu, majelis arbiter memutuskan menolak permohonan penggugat ketika mengajukan pemeriksaan lokasi proyek di Surabaya yang menjadi objek perkara. Padahal, peninjauan lokasi dibutuhkan demi memenuhi asas obektivitas sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pokok perkara. “Dari situ terlihal dengan jelas iktikad buruk yang tergugat tunjukkan,” tegasnya.
Emiten berkode saham BKDP bahkan telah menghadirkan saksi ahli dalam bidang perdata, arbitrase dan perjanjian.
Saksi Ahli mampu mengungkapkan bahwa arbiter tidak mempunyai hak imunitas absolut. Pasal 21 Undang-undang No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif PenyelesaianSengketa menyebutkan hak imunitas tidak berlaku apabila arbiter terbukti beriktikad buruk dalam memeriksa dan memutus sengketa arbitrase.
Damianus mengungkapkan pihaknya telah memberikan saksi ahli dan bukti-bukti yang cukup kuat dan tidak terbantahkan. Adapun bukti yang telah disiguhkan berupa hasil Laporan Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) dan sertifikat pembayaran yang tidak sah.
Dari dua bukti tersebut, lanjut dia, pengerjaan yang dilakukan oleh WIKA diklaim belum selesai. LPJKN mengungkapkan terdapat kualitas pekerjaan arsitektur yang tidak sesuai dengan spesifikasi, finishing belum sempurna dan terdapat kualitas pekerjaan instalasi yang belum berfungsi.
Menanggapi, Kuasa Hukum ketiga arbiter Kamil Zacky dari kantor hukum YBP menegatakan gugatan PT Bukit Darmo bertentangan degan Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Peyelesaian Sengketa. “Tunggu saja nanti hasil putusan sidangnya. Gugatan siapa yang akan dikabulkan,” katanya.
Menurutnya, seharusnya Bukit Darmo menggugat majelis hakim agung yang telah mengadili sendiri perkara BKDP dan Wika, alih-alih menggugat majelis arbiter.
Dia menambahkan dugaan iktikad buruk yang dialamatkan kepada arbiter adalah sesuatu yang abstrak. Lembaga arbitrase di seluruh dunia, lanjut Kamil, menganut asas kompetenz-kompetenz. Artinya, majelis arbiter berwenang penuh untuk menetapkan hal-hal yg merupakan wewenangnya dalam memeriksa perkara.
Perkara yang terdaftar sejak kuartal II1/2015 ini bermula saat penggugat dan WIKA menjalin kerjasama untuk pembangunan proyek mal dan apartemen Adhiwangsa Residence di Surabaya. Penggugat merupakan pemilik proyek yang bernilai Rp500 miliar, sedangkan WIKA berperan sebagai kontraktor.
Dalam perkembangannya kedua pihak terlibat sengketa, penggugat berkode emiten BKDP mengklaim berdasarkan pengukuran PT Jurukur Bahan Indonesia, proyek baru 90%. Namun, WIKA tetap berkeras telah menyelesaikan proyek seluruhnya.