Kabar24.com, SUVA, FIJI - Politik luar negeri Indonesia dinilai perlu lebih memberi perhatian ke kawasan Pasifik Selatan.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memandang perlu adanya utusan khusus untuk kawasan Pasifik Selatan sebagai bagian dari upaya Indonesia memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara di kawasan tersebut.
"Saya akan menyampaikan usul ini kepada Bapak Presiden," katanya dalam jumpa pers yang berlangsung di atas pesawat Boeing 737-400 TNI-AU yang membawa delegasi RI dari Jayapura, Provinsi Papua, menuju Suva, Republik Fiji, Rabu (30/3/2016) pagi.
Luhut mengatakan keberadaan utusan khusus untuk kawasan Pasifik Selatan itu diharapkan dapat semakin mengintensifkan komunikasi Indonesia dengan pemerintah dan rakyat negara-negara di kawasan tersebut yang pada gilirannya akan membantu memperkuat diplomasi RI di sana.
"Masalah diplomasi penting dan kita harus agresif menjelaskan kepada negara-negara di kawasan Pasifik Selatan tentang kondisi dan situasi di dalam negeri, termasuk apa yang kita lakukan dalam penanganan masalah hak azasi manusia," katanya.
Indonesia, lanjutnya, sering menjadi sorotan internasional dalam masalah HAM padahal pelanggaran HAM berat justru dilakukan oleh negara-negara lain.
Dalam konteks masalah Papua misalnya, sejumlah pihak di negara-negara kawasan Pasifik Selatan masih berpandangan bahwa orang Indonesia keturunan Melanesia hanya ada di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Kita coba patahkan argumentasi mereka satu-satu," katanya.
Pada kenyataannya, Indonesia mempunyai 11 juta orang Melanesia yang tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur, kata Luhut.
Kehadiran utusan khusus untuk kawasan Pasifik Selatan juga diharapkan membawa pesan-pesan nyata Indonesia karena berkaitan juga dengan masalah kedaulatan NKRI.
Dia pun menegaskan bahwa pelaksanaan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 yang membuka jalan bagi Papua menjadi bagian integral dari NKRI sudah final dari PBB.
Menanggapi pertanyaan tentang Melanesian Spearhead Group (MSG) yang memberikan tempat pada isu Papua, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia tidak ingin isu tersebut dibahas di konferensi tingkat tinggi para pemimpin negara-negara anggota organisasi tersebut.
Bagi Indonesia, persoalan yang ada di Papua merupakan masalah dalam negeri di mana pemerintah terus menangani masalah-masalah yang ada secara holistik yang mengedepankan pendekatan kesejahteraan dan pendekatan humanis, katanya.
"Kita doing a lot (melakukan banyak hal). Datang dan lihat sendiri," kata Menko Polhukam.
Terkait misi kunjungan ke Republik Fiji, Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Isu-Isu Strategis Djauhari Oratmangun menegaskan bahwa negara itu merupakan sahabat baik Indonesia di kawasan Pasifik Selatan.
Dalam konteks MSG, Fiji juga merupakan salah satu pendukung Indonesia. Kedua negara pun menjalin kerja sama teknis Selatan-Selatan yang cukup signifikan, kata diplomat senior itu.
Dalam kunjungan ke Fiji ini, Pemerintah RI menyerahkan bantuan kemanusiaan berupa dana senilai 2 juta dolar AS dan barang senilai tiga juta dolar AS serta mengirim satu kompi pasukan zeni TNI-AD guna membantu proses rekonstruksi pasca-bencana topan kategori 5 yang menghantam wilayah negara itu Februari lalu.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan juga membawa surat Presiden Joko Widodo untuk Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama. Dari Fiji, misi kunjungan dilanjutkan ke Papua Nugini.
Perihal pentingnya posisi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia telah ditegaskan Wakil Menlu A.M. Fachir pada KTT ke-20 MSG yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Solomon, pada 26 Juni 2015.
Bagi Indonesia yang memiliki 11 juta orang keturunan Melanesia yang tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, kawasan Pasifik merupakan "salah satu prioritas utama Indonesia", katanya saat pidato di depan para pemimpin negara-negara anggota MSG.
Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 11-12 Mei 2015 atas undangan Perdana Menteri Peter O'Neill merupakan "refleksi nyata dari prioritas ini", kata Wamenlu A.M.Fachir.
Seperti diungkapkan Wamenlu di depan forum yang menerima keanggotaan penuh Indonesia serta memberikan status peninjau kepada Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) itu, komitmen Indonesia bagi MSG "nyata dan konkret".
Bahkan Indonesia berkomitmen membantu negara-negara anggota MSG agar dapat terlibat lebih dalam dengan komunitas internasional yang lebih luas melalui Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) maupun Konferensi Asia Afrika.
Dalam pandangan Wamelu A.M.Fachir, terbukanya konektivitas antara masyarakat Melanesia di negara-negara anggota MSG dan 11 juta WNI keturunan Melanesia yang tersebar di lima provinsi akan membuka jalan bagi semakin terbukanya akses ke pasar Indonesia yang besar.
Bahkan, Indonesia juga bisa berperan sebagai pintu gerbang bagi produk negara-negara di kawasan Pasifik Selatan untuk masuk ke pasar negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (Asean), ujarnya.
Peluang kerja sama Indonesia dan negara-negara anggota MSG itu tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan perdagangan.
Sebagai sesama negara kepulauan, kerja sama di bidang mitigasi bencana akibat dampak perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan rakyat sangat terbuka.
Namun di atas semua peluang memperkuat hubungan dan kerja sama bilateral dan multilateral itu, Wamenlu A.M.Fachir mengingatkan kembali Kesepakatan Pembentukan MSG tahun 2007 di mana "para anggota MSG sepenuhnya menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antarbangsa".
Di antara prinsip-prinsip yang mutlak dihormati para anggota MSG itu adalah prinsip kedaulatan, kesetaraan kemerdekaan bagi seluruh bangsa, dan tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara, katanya.