Kabar24.com, JAKARTA--Ketua Fraksi Golkar DPR, Setya Novanto seharusnya memperbaiki citra dirinya terlebih dahulu sebelum maju sebagai Ketua Umum dalam Musyawarah Nasional Luar biasa (Munaslub) Partai Golkar yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini.
Demikian dikemukakan pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio terkait munculnya sejumlah calon ketua umum partai tersebut, Selasa (23/2/2016).
Dia mengakui citra Novanto belakangan memang tergerus gara-gara masalah perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Tak hanya sampai di situ, Setnov juga dilaporkan ke Kejagung terkait adanya pemufakatan jahat dalam permintaan saham ke Freeport yang belakangan disebut kasus "Papa Minta Saham".
Terkait kasus itu Hendri menyarankan agar Novanto tidak terlalu memaksakan diri untuk maju sebagai Ketum di partai berlambang beringin tersebut.
"Bila tidak maka bukan mustahil citra Golkar juga terpuruk mengikuti citra dia yang terus anjlok," ujarnya. Novanto sendiri memiliki rekam jejak panjang dengan masalah hukum dan etika. Dia diketahui telah berurusan dengan aparat hukum sejak 1999.
Sementara itu pengamat politik dari Forum Masyaraat Pemanntau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR sudah menemukan dua kesalahan Novanto dalam kasus Donald Trump dan Papa Minta Saham.
Dengan kasus itu saja, ujarnya, Novanto sudah sepantasnya diberhentikan atau mengajukan pemberhentian diri dari keanggotaan di DPR. Apalagi, masih banyak tokoh di Golkar yang lebih pantas memegang jabatan itu.
Belakangan, Novanto berjanji akan mundur dari jabatan ketua fraksi bila terpilih jadi ketum Golkar. "Kenapa tak mundur dari DPR saja sejak dulu saat kesalahannya ditemukan?" ujar Lucius.