Kabar24.com, JAKARTA-- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan segera memanggil Yayasan Supersemar dan Kejaksaan Agung terkait putusan Mahkamah Agung soal penyelewengan dana beasiswa yang didirikan Presiden ke-2, Soeharto.
Setelah Kejaksaan mengajukan eksekusi, pengadilan memberi tenggat 8 hari kepada yayasan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 139,2 miliar dan 315 juta dolar atau setara Rp 4,4 triliun.
"Pihak yang kalah agar melaksanakan isi putusan MA, yaitu membayar denda dalam waktu 8 hari," kata juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutisna, Kamis (13/8/2015).
Sampai hari ini, pengadilan belum memanggil kedua pihak karena belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung. Pengadilan akan memanggil Kejaksaan dan yayasan untuk sidang peringatan eksekusi aset secara sukarela (sidang aanmaning).
"Kalau termohon (Yayasan) melaksanakan kewajiban sesuai putusan ya tak ada eksekusi. Tapi kalau melanggar lewat tenggang, akan ada penyitaan," kata Made.
Pengadilan berhak menyita atau mengosongkan seluruh aset yayasan senilai biaya ganti rugi. Hasilnya akan dilelang secara terbuka.
Made mengatakan proses pemanggilan hingga eksekusi bisa berlangsung lama. Musababnya, Mahkamah terkadang harus memperbaiki administrasi hasil putusan sebelum menyerahkan ke Pengadilan.
"Penyampaiannya lama walaupun putusan sudah diumumkan di situs MA," kata dia.
Peninjauan Kembali
Awal Juli lalu, Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali yang diajukan Kejaksaan Agung terhadap perkara penyimpangan dana beasiswa Yayasan Supersemar. Mahkamah meminta pengurus Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara.
Kasus ini bermula ketika negara lewat Kejaksaan Agung menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dolar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar.
Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dolar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana beasiswa. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
Pada 2010, Mahkamah memutuskan bekas Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar bersalah melakukan penyelewenangan dana beasiswa. Mahkamah lalu meralat, tergugat yang bersalah hanya Yayasan Supersemar bukan ahli waris keluarga Cendana.
Majelis kasasi saat itu memutuskan Yayasan harus membayar kembali kepada negara sebesar Rp 315 juta dolar AS, dengan rincian berasal dari 75 persen dari 420 juta dollar AS dan Rp 139,2 miliar, berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar.
Persoalan
Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tetapi Rp 139,2 juta alias kurang tiga angka nol.
Kuasa hukum keluarga Soeharto, Muhammad Assegaf mengaku belum dihubungi Yayasan Supersemar soal pembayaran ganti rugi ini. Assegaf mengatakan tak ada satupun ahli waris Soeharto yang kini menjadi pengurus di yayasan itu.
Sedangkan menurut dia, pihak tergugat yang berkewajiban membayar denda adalah yayasan, bukan keluarga Soeharto.
"Saya tak tahu bagaimana yayasan akam membayar denda sebesar itu. Apa masih ada asetnya?" kata Assegaf saat dihubungi.