Kabar24.com, JAKARTA--Wacana menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden dalam kitab undang-undang hukum pidana masih menjadi kontroversi. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turut berkomentar.
Dalam akun twitter resminya @SBYudhoyono, presiden keenam tersebut menuliskan sejumlah 'kicauan' menanggapi isu hangat terkait pasal yang dianggap 'karet' tersebut.
Dia mengimbau Presiden Joko Widodo untuk tak berlebihan dalam menanggapi adanya penghinaan dan pencamaran nama baik terhadap kepala negara.
"Siapapun, termasuk presiden, punya hak untuk tuntut seseorang yang menghina dan cemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan,"tulisnya, Minggu(9/8/2015).
Menurut dia, prinsipnya, hak dan kebebasan memiliki batasan, maka masyarakat tak boleh berkata dan bertindak melampaui batas.
Meski demikian, sambungnya, kekuasaan pun ada batasnya. SBY meminta presiden dan masyarakat memahamj Universal Declaration of Human Rights dan UUD 1945 untuk memahami esenai dari hak asasi manusia.
Sebelumnya, pemerintah menyerahkan keputusan untuk menghidupkan kembali pasal penghinaan kepada presiden dalam rancangan KUHP kepada DPR yang akan ikut membahasnya bersama pemerintah.
Presiden Joko Widodo mengatakan keputusan untuk menghidupkan kembali pasal penghinaan kepada presiden dalam KUHP tergantung hasil pembahasan dengan DPR. Alasannya, pasal tersebut diusulkan oleh pemerintahan sebelumnya, dan kembali dibahas dalam rancangan KUHP bersama DPR.
Presiden Jokowi menuturkan pemunculan kembali pasal tersebut sebenarnya untuk melindungi pihak yang mengkritisi pemerintah. Dengan adanya pasal tersebut, pengkritik pemerintah tidak lagi dapat dijerat dengan pasal karet, karena sudah diatur jelas dalam KUHP.
Menurutnya, sejak menjadi wali kota, dirinya sudah terbiasa mendapatkan kritik dari pihak yang tidak puas dengan kebijakannya. Dia pun tidak pernah mempermasalahkannya, dan tidak pernah mengambil langkah hukum untuk menyelesaikannya.
Demikian pernyataan-pernyataan yang diungkap melalui akun twitter pribadi SBY:
Prinsipnya, janganlah kita suka berkata & bertindak melampui batas. Hak & kebebasan ada batasnya. Kekuasaanpun juga ada batasnya. *SBY*
Di satu sisi, perkataan & tindakan menghina, mencemarkan nama baik & apalagi memfitnah orang lain, tmsk kpd Presiden, itu tidak baik. *SBY*
Di sisi lain, penggunaan kekuasaan (apalagi berlebihan) utk perkarakan orang yg dinilai menghina, tmsk oleh Presiden, itu jg tdk baik. *SBY*
Penggunaan hak & kebebasan, tmsk menghina orang lain, ada pembatasannya. Pahami Universal Declaration of Human Rights & UUD 1945. *SBY*
Dlm demokrasi memang kita bebas bicara & lakukan kritik, tmsk kpd Presiden, tapi tak harus dgn menghina & cemarkan nama baiknya. *SBY*
Sebaliknya, siapapun, tmsk Presiden, punya hak utk tuntut seseorang yg menghina & cemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan. *SBY*
Pasal penghinaan, pencemaran nama baik & tindakan tidak menyenangkan tetap ada "karetnya", artinya ada unsur subyektifitasnya. *SBY*