Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo masih mengkaji kebijakan pemberian grasi untuk mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menjelaskan upaya pemberian grasi terkendala masalah yuridis yang sebenarnya hanya terkait persoalan formal, yakni batasan waktu pengajuan grasi.
“Dulunya tak dibatasi, tapi sekarang tata caranya dibatasi UU Grasi hanya satu tahun setelah inkracht,” ujarnya, Jumat(17/7/2015).
Kendati demikian, dia berargumen bahwa Presiden memiliki kewenangan konstitusional atau yang biasa disebut sebagai hak prerogatif kepala negara untuk mengambil keputusan.
“Presiden kan punya kewenangan konstitusional. Kita berkaca misalnya yang di Papua ada juga yang diberikan karena dianggap Tapol [tahanan politik],”katanya.
Yasonna menegaskan, secara konstitusi, Presiden tak melanggar hukum jika memberikan grasi kepada Antasari. Pasalnya, aturan hanya dibatasi oleh UU yang memiliki posisi lebih rendah dibandingkan dengan konstitusi.
“Kalau konstitusi tidak [melanggar]. UU yang membatasi itu. Sebetulnya konstitusi lebih tinggi dari UU. Nah itu sedang dikaji sekarang karena kewenangan ada di konstitusi,”paparnya.
Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan menyatakan syarat formal grasi yang diajukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar tidak terpenuhi.
Meskipun keputusan grasi merupakan hak prerogatif presiden, namun pelaksanaannya dibatasi oleh ketentuan dalam Undang-undang No.5/2010 tentang Grasi.
Pada Pasal 7 ayat (2) menjelaskan presiden harus mendapat rekomendasi dari Mahkamah Agung jika ingin memberi grasi. Pasal tersebut memberi pembatasan terkait pengajuan grasi oleh terpidana kepada pemerintah, yakni sejak satu tahun putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.