Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penembakan Gereja Charleston: Keluarga Korban Tawarkan Ampunan

Keluarga korban penembakan gereja kulit hitam di Charleston, South Carolina, justru menawarkan ampunan bagi pelaku penembakan, Dylann Roof.
Karangan bunga di depan Gereja Emanuel, Charleston, Carolina Selatan, yang menjadi lokasi penembakan yang menewaskan 9 orang/Reuters
Karangan bunga di depan Gereja Emanuel, Charleston, Carolina Selatan, yang menjadi lokasi penembakan yang menewaskan 9 orang/Reuters

Kabar24.com, CHARLESTON- Keluarga korban penembakan gereja kulit hitam di Charleston, South Carolina, justru menawarkan ampunan bagi pelaku penembakan, Dylann Roof.

Saat lelaki muda berkulit putih yang dituduh membunuh sembilan orang di gereja bersejarah warga kulit hitam di South Carolina berdiri tenang dan tanpa ekspresi dalam sidang di pengadilan Jumat (19/6/2015), kerabat korban pembunuhan itu satu per satu berhadapan dengannya, dalam tangis mengungkapkan kedukaan dan menawarkan pemaafan.

Dylann Roof, 21, menghabiskan satu jam mempelajari Alkitab bersama para anggota paroki di gereja berusia hampir 200 tahun Emanuel African Methodist Church di Charleston itu, sebelum akhirnya melepaskan tembakan ke arah mereka. Dalam persidangan, dia tampak berdiri tenang di hadapan para hakim yang memerintahkan dia ditahan tanpa jaminan dari monitor video.

Mengenakan seragam hitam-putih penjara dan diapit oleh dua petugas bersenjata, Roof yang secara formal didakwa melakukan sembilan pembunuhan dan kekerasan menggunakan senjata tidak menunjukkan emosi selama proses itu, bahkan ketika kerabat korban berbicara kepadanya.

"Semoga Tuhan mengampuni jiwamu," kata Felicia Sanders. Anak lelakinya Tywanza Sanders, 26, adalah korban paling muda yang tewas dalam serangan Rabu malam itu.

"Kamu telah membunuh beberapa orang paling baik yang saya tahu. Setiap serat dalam tubuh saya sakit," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Sahabat keluarga Felicia Sanders dalam wawancara dengan stasiun televisi CNN mengatakan bahwa dia selamat dari penembakan karena berpura-pura mati dengan tidur di lantai sambil memeluk penyintas lainnya, cucunya yang berusia lima tahun, sementara darah anak lelakinya membasahi pakaiannya.

Menurut teman dan keluarga, Tywanza Sanders berkata kepada penembak saat dia berhenti untuk mengisi ulang senapannya,"Kau tidak harus melakukan ini" yang dijawab tersangka dengan, "Tidak, kalian sudah memperkosa perempuan-perempuan kami dan menguasai negara kami. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan."

Roof menatap kosong, dan kadang-kadang melihat ke bawah, ketika Sanders dan empat anggota keluarga korban penembakan yang lain berbicara tentang bagaimana dia disambut ke gereja oleh sembilan orang yang dia bunuh.

Serangan di gereja yang disebut "Mother Emanuel" karena peran kuncinya dalam sejarah Afrika-Amerika itu terjadi setelah gelombang protes di seluruh Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir mengenai pembunuhan polisi dan penggunaan kekuatan berlebihan terkait ras dan bias dalam sistem pengadilan pidana.

Pertumpahan darah di Charleston menandai serangkaian penembakan massal fatal di Amerika Serikat.

Aksi kekerasan itu telah memperbarui debat nasional antara para pendukung pengetatan pengendalian kepemilikan senapan dan pendukung akses tak terkekang pada senjata api.

Presiden Barack Obama mengatakan penembakan terkini menunjukkan "hawar" (penyakit menular) rasisme masih ada di Amerika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper