Bagian 4
Usai pembantaian pada 1740, pemerintah Belanda menyebarkan warta Tionghoa peranakan ke titik lain untuk bertani, sekarang di kenal sebagai Pondok Cabe, Pondok Jagung, dan Pondok Aren.
“Pembantaian 10.000 orang warga Tionghoa itulah sekarang ada Pondok Aren, Pondok Pinang, Pondok Cabe dan Kali Pasir,” kata Oey Tjin Eng, generasi kedelapan peranakan China Benteng.
Usai pemberontakan itu teredam, Belanda lantas membangun perkampungan Tionghoa. Lokasinya ada di Tegal Pasir atau Kali Pasir bernama Petak Sembilan. Sekarang daerah ini menjelma menjadi kawasan Pasar Lama dan berkembang menjadi pusat perdagangan dan wilayah tak terpisahkan dari Kota Tangerang.
Selepas kemerdekaan, peranakan Tionghoa kembali sempat mengalami masa krisis sosial. Mereka kontra dengan warga pribumi tersentil aksi seorang tentara NICA etnis Tionghoa mengganti Merah Putih dengan bendera Belanda. Hasilnya pada pertengahan 1946 rumah warga China Benteng diporak-porandakan.
Rumah mereka dijarah hingga meja abu tempat ritual sembahyang turut dirampas. Lantas ada kelompok pemuda peranakan Tionghoa Tangerangyang pro kepada NICA mengungsikan warga China Benteng ke Batavia yang sekarang jadi Jakarta.
Setelah konflik tersebut teredam, komunitas China Benteng kembali ke tanahnya dan mereka kehilangan harta benda. Rumah tidak lagi dalam keadaan utuh bahkan hancur rata dengan tanah, isinya pun entah dijarah kemana. Klaim atas tanah pun jadi dikuasai para pribumi.
Proses panjang untuk bertahan hidup di Tangerang sampailah ke era modern seperti sekarang. Suasana khas pecinan masih terasa khususnya di kawasan Pasar Lama, komplek Poris, Selapajang, dan Teluk Naga.