Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit & Inflasi AS Menciut

Sepanjang kuartal I/2015 apresiasi dolar Amerika Serikat memperlebar defisit neraca transaksi berjalan AS ke level terburuk sejak 2012.
the Federal Reserve di Washington D.C./Ilustrasi-en.wikipedia.org
the Federal Reserve di Washington D.C./Ilustrasi-en.wikipedia.org

Kabar24.com, WASHINGTON— Sepanjang kuartal I/2015 apresiasi dolar Amerika Serikat memperlebar defisit neraca transaksi berjalan AS ke level terburuk sejak 2012.
 
Data yang dirilis Departemen Perdagangan AS Kamis (18/6) malam menunjukkan defisit meningkat 9,9% menjdai US$113,3 miliar.
Minus itu adalah yang terbesar sejak kuartal II/2012. Adapun, data tersebut mencerminkan aliran keluar-masuk barang, jasa, dan investasi dari dan ke perekonomian Negeri Paman Sam.
 
Jika diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB) defisit selama tiga bulan pertama tahun ini setara 2,6% terhadap PDB dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III/2012.

Angka itu juga membesar dibandingkan dengan capaian kuartal IV/2013 saat defisit mencapai 2,3% PDB.
 
Kendati melebar, data defisit yang dirilis pemerintah lebih baik dibandingkan dengan konsensus ekonom yang memperkirakan defisit melebar hingga US$117 miliar.

Berdasarkan rekam jejak defisit AS, performa neraca transaksi berjalan pernah terpelanting mencapai minus 6,3% terhadap PDB pada kuartal terakhir 2005.
 
Sementara kali ini, melambungnya nilai tukar dolar hampir terhadap seluruh mata uang di dunia diyakini menjadi faktor utama yang memperburuk defisit.

Prospek kenaikan suku bunga acuan AS atau Fed funds rate pada tahun ini telah mengerek nilai dolar sekitar 4,5% sepanjang kuartal I/2015.
 
Adapun, selama setahun terakhir, penguatan dolar terhadap mata uang utama dunia mencapai kisaran 15%. Hal itu lantas melukai kinerja perdagangan AS terutama dari segi ekspor.

Produk asal AS tergerus daya saingnya lantaran ongkos produksi berdenominasi dolar AS membuat harga jual produk lebih tinggi dibandingkan dengan produk asal negara lain.
 
Melambungnya nilai dolar juga ikut berdampak pada kinerja penjualan perusahaan multinasional seperti Microsoft Corp dan Procter & Gamble atau P&G, serta Johnson % Johson.

Penjualan dan pendapatan perseroan menurun secara year on year karena nilai dolar yang menguat.
 
Di sisi lain, masih dalam rentang kuartal I/2015, investasi langsung asing juga tercatat turun US$9,1 miliar menjadi US$109,5 miliar.
Sementara ekspor barang tercatat turun 6,5% menjadi US$382,7 miliar yang juga menjadi level terendah sejak kuartal III/2011.
 
Bank Sentral AS Federal Reserve (the Fed) pun menyatakan kekhawatirannya tentang tren penguatan dolar yang cenderung berimbas negatif terhadap perekonomian.

Hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan the Fed dalam menentukan momentum pengetatan dosis moneter dengan menaikkan suku bunga acuan yang selama ini ditahan nyaris 0%.

Data lain yang dirilis di hari yang sama adalah inflasi inti AS yang berada di bawah konsensus analis. Departemen Ketenagakerjaan AS merilis pergerakan harga, di luar makanan dan bahan bakar, hanya naik 0,1% selama Mei. Capaian itu adalah yang terendah tahun ini.

Padahal, konsensus ekonom mengestimasikan inflasi inti tumbuh 0,2%.

Adapun, secara keseluruhan indeks harga konsumen naik 0,4% didorong oleh harga bahan bakar yang meningkat.

“Inflasi masih jauh di bawah target the Fed sehingga tampaknya laju kenaikan suku bunga akan sangat sangat lambat,” kata Kepala Ekonom HIS Inc Nariman Behravesh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper