Bisnis.com, JAKARTA — Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menilai pengajuan dana aspirasi daerah pemilihan Rp11,2 triliun oleh DPR dalam RAPBN 2016 hanya akan menciptakan lahan korupsi baru bagi anggota DPR.
Sekretaris jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto beranggapan dana aspirasi daerah itu hanya sebatas pengubahan nama dari dana bantuan sosial (bansos) yang dulu pernah menjerat banyak anggota DPR dalam pusaran kasus korupsi.
“Tidak ada bedanya dengan dana bansos. Dengan adanya usulan itu, DPR hanya menciptakan lahan baru untuk memperkaya diri sendiri dengan merampok dana APBN,” katanya sat dihubungi Bisnis.com, Rabu (10/6/2015).
Menurutnya, anggota DPR cukup mengusulkan aspirasi dari daerah pemilihannya seperti saat mengusulkan peningkatan porsi dana kesehatan dan pendidikan dari APBN. “Tidak lantas mengusulkan dan mengelola anggaran untuk daerah pemilihannya.”
Dengan mengelola anggaran untuk kepentingan daerah pemilihan, jelasnya, DPR berisiko melanggar UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara serta UU No.17/2014 tentang MD3 karena dalam dua beleid itu anggota DPR tidak berhak mengelola anggaran.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengakui pengelolaan dana itu memang sangat berisiko. “Untuk itu, kami menginginkan adanya mekanisme pengawasan yang ketat dari pemerintah jika usulan tersebut disetujui,” katanya.
Menurutnya, mekanisme tersebut harus disusun tanpa mengesampingkan anggota dewan sebagai pengusul pembangunan di daerah pemilihan. “kami jangan diberi uangnya. Kami cukup dibubuhkan namanya saja dalam usulan pembangunan.”
Kendati demikian, paparnya, tujuan dari pengajuan dana aspirasi daerah pemilihan tersebut baik untuk meningkatkan kepercayaan pemilih kepada anggota dewan. “Kami malu, saat konstituen di daerah minta—misalnya dibangun jembatan untuk menguatkan akses perekonomian—tapi kami tidak bisa menuruti,” katanya.
Sesuai draft RAPBN 2016, dana aspirasi daerah pemilihan diusulkan sebesar Rp11,2 triliun atau Rp20 miliar per anggota dewan/tahun. Saat ini draft tersebut masih dalam pembahasan intensif dengan pemerintah.