Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertemukan Muhammadiyah-NU, Menteri Agama Perjuangkan Awal Ramadan Serentak

Menteri Agama Lukman Hakim Sjaifuddin masih terus berupaya agar tahun ini tidak ada perbedaan awal masuknya bulan suci Ramadan.

Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Sjaifuddin masih terus berupaya agar tahun ini tidak ada perbedaan awal masuknya bulan suci Ramadan.

Tanpa kenal putus asa, Lukman mengatakan pihaknya masih mengupayakan agar penetapan 1 Ramadan tahun ini serentak. Untuk itu, dirinya akan mengajak Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama untuk duduk bersama membahas penetapan 1 Ramadan pada Juni mendatang.

 
Sidang isbat akan dilakukan tanggal 29 Syaban, bertepatan 16 Juni 2015.



"Kita upayakan tahun ini penetapan awal Ramadan antara Muhammadiyah dan NU bisa seragam. Nanti kita akan rapat membahas masalah ini," katanya di sela-sela kunjungan kerja peresmian transformasi status kelembagaan Institut Agama Islam Negeri Palopo, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/5/2015).

Dia mengemukakan untuk penentuan 1 Ramadan, Kemenag akan melakukan sidang isbat bersama tokoh-tokoh agama, seluruh organisasi Islam, dan tokoh ulama.

Sidang isbat akan dilakukan tanggal 29 Syaban. "Nanti kita lihat apakah akan istigmal digenapkan 30 hari atau hanya 29 hari, tapi tetap kita akan upayakan Ramadan tahun ini serentak".

Sebelumnya Pengurus Pusat Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan jatuh pada 18 Juni 2015 dan Hari Raya Idulfitri 17 Juli 2015.

Ketua umum MUI Din Syamsuddin mengungkapkan kemungkinan besar terjadinya perbedaan awal Ramadan dan Lebaran Idulfitri 2015 lantaran belum adanya titik temu antara pemahaman ahli hisab dan ahli rukyat dalam penentuan masuknya bulan suci Ramadan dan Syawal.

"Menteri Agama telah saya terima di Muhammadiyah dan sudah bertemu juga dengan ulama Nahdatul Ulama. Masih ada perbedaan pemahaman antara ahli hisab dan ahli rukyat. Masih tidak ketemu, makanya ini masuk wilayah tasamuf atau toleransi yang tidak perlu dibesar-besarkan," katanya awal pekan ini.

Menurut Din yang juga Ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, perbedaan faham tentang awal masuk Ramadhan dan Syawal merupakan sesuatu yang masuk dalam wilayah toleransi sehingga tidak perlu dibesar-besarkan dan diperdebatkan.

Dua perbedaan itu adalah yang satu rukyat menentukannya harus melihat dengan mata kepala dulu atau istilahnya meyakini sesuatu dengan melihat.

Sedangkan hisab dengan perhitungan akal pikiran yang meyakini dengan mengetahui walaupun tidak melihat.

Menentukan awal Syawal ini bukanlah perkara main-main karena harus ada dalilnya. Oleh karena itu, ini adalah masalah ibadah yang dilakukan sesuai dengan keinginan masing-masing.

"Kalau dalam Al-Quran dikatakan bahwa apabila kamu yakin bulan datang, maka berpuasalah. Yang penting berpuasalah dan ber-Idul Fitrilah. Ini masalah ibadah, tidak seperti 12 Rabiul Awal atau 27 Rajab yang tidak perlu pakai rukyat dan sidang isbat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yusran Yunus
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Tempo.co & Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper