Kabar24.com, JAKARTA—Myanmar membantah tudingan adanya penganiayaan terhadap kaum Rohingya setelah Amerika Serikat meminta negara untuk menangani akar penyebab dari masalah yang membuat kaum ini melakukan eksodus besar-besaran ke luar negeri.
Terkait pernyataan AS, pemimpin Menteri Rakhine Maung Maung Ohn kepada Reuters mengatakan dirinya kecewa dan tidak setuju, serta menolak keras tuduhan tidak berdasar dari Amerika Serikat tersebut.
"Ini [migrasi] adalah perdagangan manusia, tidak [karena] diskriminasi politik atau agama sama sekali."
Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam kunjungan ke Myanmar melihat banyak kaum Rohingya telah menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia) dalam perjalanan mereka ke wilayah selatan, seperti Thailand dan Malaysia.
"Kondisi putus asa mereka hadapi di negara bagian Rakhine [Myanmar]," jelasnya, seperti dilansir Reuters, Sabtu (23/5).
Wakil Menteri Luar Negeri AS mengunjungi Myanmar pada Kamis dan Jumat lalu. Dalam kunjungannya, dia menghimbau para pemimpin Myanmar untuk mengatasi diskriminasi dan kekerasan terhadap minoritas Rohingya.
Hingga saat ini, lebih dari 3.000 kaum muslim Rohingya telah mendarat di pantai Malaysia dan Indonesia.
UNHCR, badan PBB yang menangani masalah pengungsi, memperkirakan pada minggu ini setidaknya 3.500 migran masih terombang-ambing di kapal kekurangan pasokan makanan.
UNHCR meminta pemerintah sekitar Asia Tenggara untuk menyelamatkan mereka.