Kabar24.com, MANADO – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara optimistis akan meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan pemeriksa Keuangan untuk tahun anggaran 2014.
Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang mengungkapkan ada paradigma baru dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni bukan hanya memeriksa pengelolaan keuangan tetapi juga meneliti ketepatan anggaran yang dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan kata lain, dana yang dikelola sepadan dan seimbang dengan hasil yang dicapai.
Padahal, lanjutnya, saat ini pertumbuhan ekonomi Sulut mencapai 7,5%-8%. Pencapaian itu, tambahnya, tidak lepas dari adanya kontribusi positif pemerintah kabupaten/kota.
“Kepala Daerah sangat berperan aktif dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi tersebut sehingga Sulut bisa mencapai angka di atas rata-rata nasional,” katanya seperti dikutip dari situs Humas Pemprov Sulut, Senin (11/5/2015).
Selain itu, pendapatan per kapita Sulut rata-rata mencapai US$3.000 dan kini menuju US$3.500-US$4.000 sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN).
Sulut, lanjutnya, juga sukses mempertahankan ranking indeks pembangunan manusia (IPM) selama 5 tahun berturut-turut yang mendapat ranking 2 nasional sesudah Provinsi DKI Jakarta.
“Karena itu saya bertekad agar dalam penyajian laporan keuangan serta penilaian BPK-RI terkait dengan pemberian opini, saya merasa yakin Sulut akan meraih WTP pada pemeriksaan BPK-RI Tahun Anggaran 2014, karena ini sudah menjadi komitmen bersama dalam pengelolaan APBD Sulut,” katanya.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada kuartal pertama 2015, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada kuartal I 2015 melambat 30 basis poin dari kuartal I 2014 sebesar 6,72% menjadi 6,42%.
Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sulut Dekky Tiwang mengungkapkan perlambatan tersebut disebabkan adanya sejumlah kategori yang melambat misalnya kategori industri pengolahan dan kategori pertanian, kehutanan dan perikanan.
“Selain itu juga ada dugaan moratorium transshipment menjadi salah satu penyebab. Karena dari 54 perusahaan pengolahan perikanan, kini yang beroperasi hanya empat,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, perlambatan ekonomi di Sulut juga terjadi bila dibandingkan antara kuartal I 2015 dengan kuartal IV 2014.
Dia mengungkapkan ekonomi di Sulawesi Utara pada kuartal I 2015 tumbuh negatif sebesar minus 12,23% bila dibandingkan kuartal IV 2014.
Pertumbuhan ini disebabkan efek musiman perekonomian Sulawesi Utara di antaranya perayaan keagamaan dan tahun baru.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara juga mengungkapkan jumlah pengangguran di Sulut pada Februari 2015 mencapai 102.600 orang.
Angka ini meningkat 21,85% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu yang hanya 84.200 orang.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Sulut Dadang Hardiwan mengatakan jumlah angkatan kerja dalam periode itu meningkat dari 1,15 juta orang pada Februari 2014 menjadi 1,18 juta orang pada Februari 2015.
Namun, dari jumlah tersebut jumlah angkatan yang bekerja sebenarnya juga meningkat dari 1,075 juta orang menjadi 1,077 juta orang.
Hanya saja, jumlah pengangguran tetap saja meningkat.
“Artinya, jumlah ketersediaan lapangan kerja kurang dibandingkan dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja,” katanya.
Dia mengungkapkan jumlah angkatan kerja yang bekerja paruh waktu justru meningkat sedangkan jumlah angkatan kerja yang bekerja penuh justru turun.
Menurutnya, data tersebut muncul akibat adanya kebijakan di sektor perikanan sehingga membuat industri pengolahan perikanan mengurangi tenaga kerja akibat minimnya bahan baku yang tersedia.