Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebebasan Pers Asing di Papua: Pemerintah Harus Kuatkan Kontraintelijen

Pemerintah perlu menguatkan aktivitas kontraintelijen di Papua menyusul kebijakan Presiden Joko Widodo yang membuka keran peliputan bagi jurnalis asing di wilayah tersebut.
Presiden Joko Widodo berdialog dengan masyarakat setibanya di Wamena, Papua, Minggu (28/12)./Antara
Presiden Joko Widodo berdialog dengan masyarakat setibanya di Wamena, Papua, Minggu (28/12)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA — Pemerintah perlu menguatkan aktivitas kontraintelijen di Papua menyusul kebijakan Presiden Joko Widodo yang membuka keran peliputan bagi jurnalis asing di wilayah tersebut.

Ridlwan Habib, pengamat Intelijen Universitas Indonesia (UI), mengatakan penguatan itu perlu dilakukan karena jurnalis asing sudah leluasa meliput di Papua.

“Pasalnya, profesi jurnalis sering dijadikan kedok bagi intelijen asing untuk menghasut warga Papua,” katanya saat dihubungi, Senin (11/5).

Menurutnya, penambahan agen kontraintelijen itu untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman seperti OPM. “Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa menafikan masih eksisnya OPM di Papua.”

Jokowi, paparnya, harus mempunyai strategi lain setelah mengeluarkan kebijakan itu. “Ide yang membuka keran bagi jurnalis asing yang sangat humanis itu jangan sampai blunder. Aparat kontraintelijen kita harus benar-benar siap dan jangan sampai kecolongan,” tegas Ridlwan.

Jika lengah, jelasnya, bukan tidak mungkin memunculkan dampak negatif bagi NKRI. Pasalnya, intelijen asing yang berkedok jurnalis bisa melakukan  permainan opini dan propaganda soal Papua yang merugikan NKRI.

Intelijen asing berjubah jurnalis itu a.l. bisa leluasa menyuplai informasi, membawa data dari dan ke luar Papua, termasuk memasukkan dukungan-dukungan bagi gerakan OPM.

Dukungan itu bisa berupa dana, akses internasional, suplai informasi dan sebagainya.

“Dengan demikian, upaya melindungi Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI yang sudah bertahun-tahun dilakukan bisa sia-sia,” ujarnya.

Kebijakan Jokowi itu dinilai Ridlwan sangat berbeda dengan kebijakan presiden sebelumnya.

“Saat itu, kebijakan peliputan di Papua bagi jurnalis asing sangat ketat. Saat itu, jurnalis asing harus mendapatkan persetujuan dari badan yang disebut Clearing House yang terdiri dari BIN, Bais, Polri, Kemenkopolhukam, Kementerian Luar Negeri dan Ditjen Imigrasi,” ujar Ridlwan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper