Bisnis.com, PADANG—Pemerintah daerah Provinsi Sumatra Barat diminta mengevaluasi kebijakan dan meningkatkan komitmen percepatan penyerapan belanja anggaran menyusul lambatnya pertumbuhan di kuartal pertama tahun ini.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan persoalan kelembagaan dan politik menghambat terserapnya anggaran belanja negara melalui APBN/APBD untuk pembangunan, sehingga stimulus dari kebijakan anggaran yang diharapkan menopang pertumbuhan tak terjadi.
“Pemda harus segera mengevaluasi rencana percepatan pertumbuhan ekonomi daerah, mana yang mungkin diimplementasikan dan mana yang tidak. Harus ada penyesuaian kebijakan untuk mencapai komitmen pertumbuhan itu,” katanya, (7/5).
Dia menyebutkan tren laju pertumbuhan ekonomi global yang melambat diikuti pula oleh Sumbar. Penyebab utama melambatnya pertumbuhan tersebut adalah belum optimalnya realisasi belanja anggaran bagi pembangunan sebagai penggerak mesin pertumbuhan.
Selain itu, kondisi ekonomi global yang masih lemah, serta kinerja ekpor yang terus terkontraksi akibat belum pulihnya harga komoditas unggulan daerah, CPO dan karet ikut menghambat pertumbuhan.
Tetapi, imbuh Syafruddin, pemerintah baik pusat maupun daerah punya kesempatan memperbaiki kondisi itu dengan melihat pertumbuhan yang rendah sebagai ancaman demokrasi dan daya saing bangsa untuk mengejar target pertumbuhan.
Apalagi, akhir tahun ini Indonesia akan menjadi bagian penting dari Asean Economic Community (AEC). Fakta itu menuntut kebijakan prioritas pemerintah dengan mengesampingkan gesekan politik.
“Elit Politik pengambil kebijakan harus sadar bahwa jika kondisi politik tidak berubah dampaknya buruk bagi perekonomian bangsa,” ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi Sumbar di kuartal I/2015 tumbuh melambat hanya 5,46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu 7,52%.
Bahkan dari triwulan sebelumnya terkontraksi 0,27%. Hal itu disebabkan menurunnya sektor lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, konstruksi dan industri pengolahan masing-masing 4,29%, 3,36%, dan 1,04%.
Perlambatan tersebut kian melebar akibat kontraksi dari sisi pengeluaran berupa kinerja investasi yang minus 5,80% dan ekspor minus 7,03%.
Meski begitu, Syafruddin melihat pertumbuhan ekonomi Sumbar masih lebih baik dibandingkan kinerja nasional dan provinsi tetangga Riau yang dikenal memiliki potensi sumber daya alam melimpah.
Terpisah, Kepala Biro Perekonomian Setprov Sumbar Wardarusmen mengakui penyerapan belanja anggaran yang masih lemah akibat regulasi pengetatan dari pemerintah menyebabkan lambatnya pertumbuhan.
“Belum jalannya karena karena masih proses tender, akibat regulasi pemerintah yang ketat,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan pemerintah terkait BBM, elpiji, tarif listrik, serta investasi swasta yang lambat karena keraguan akibat kebijakan yang berubah-ubah ikut berkontribusi menghambat pertumbuhan.
“Kami masih optimistis target 6% terpenuhi. Strateginya, percepatan program kegiatan dalam APBN, APBD dan swasta,” katanya.