Kabar24.com, JAKARTA -- Alat kelengkapan di ring satu Istana sudah relatif lengkap. Namun DPR masih melihat ketidaklihaian Presiden Joko Widodo memanfaatkan pejabat ring satu untuk menyampaikan keberhasilan program-program kerja pemerintah.
DPR pun kerap menilai Jokowi blunder dalam mengambil kebijakan. Terutama menyelesaikan masalah KPK-Polri, Kapolri, hingga bantaun DP mobil dinas.
Belum lagi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang sempat memicu masalah dengan DPR pada awal pemerintahannya.
Aziz Syamsuddin, Ketua Komisi III DPR, mengatakan saat ini Jokowi kurang bisa memanfaatkan pejabat di lingkup istana seperti Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan untuk mengomunikasikan keberhasilan kinerjanya.
Sehingga, paparnya, setiap kebijakan pemerintah kurang bisa diterima oleh anggota dewan sebagai wakil rakyat.
Padahal, tugas mereka selain memberikan bantuan kepada Jokowi juga mengomunikasikan program itu ke masyarakat. “Itu esensi tugas mereka,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (22/4).
Dengan belum terlaksananya seluruh esensi itu, papar Aziz, DPR menilai kinerja kedua pejabat itu belum maksimal. “Meski demikian, terlalu dini untuk menilai kinerja mereka,” katanya.
Perihal keberadaan mereka di lingkup istana, Aziz menilai Jokowi lah yang bisa menakar kebutuhannya.
Untuk sekretaris kabinet dan kepala staf kepresidenan mungkin perlu. “Tetapi yang perlu dipikir ulang adalah juru bicara. Tetapi semua itu domain keputusan dari Jokowi sebagai kepala negara,” ujar Aziz.
Effendi Simbolon, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP juga berpendapat sama. Effendi mengkritisi Andi Widjajanto karena dianggap terlalu muda untuk menjadi pejabat negara yang mengemban tugas mengatur kabinet kerja bentukan Jokowi-JK.
“Masak yang ngatur anak kecil. Jokowi pun juga belum mumpuni. apalagi untuk menjalankan Tri Sakti dan Nawa Cita,” katanya.
Dengan belum terjalinnya komunikasi yang bagus tentang program pemerintah, pada kinerja 100 hari, mayoritas anggota dewan memberikan nilai buruk terhadap pemerintahan Jokowi-JK.
Syarief Hasan, Ketua Harian Partai Demokrat, mengatakan kinerja Jokowi belum ada sesuatu yang menonjol. “Terus terang, prestasinya apa ya? Saya enggak tahu. Yang ada malah permasalahan semakin rumit,” katanya.
Syarief mencontohkan kisruh yang terjadi antara dua institusi hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri yang berawal dari penetapan tersangka calon tunggal kapolri Komjen Pol Budi Gunawan.
Selain itu, penenggelaman kapal dengan alat utama sistem pertahanan (alutsista) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. “Itu menyalahi aturan. Kapal itu dilubangi saja sudah tenggelam,” katanya.
Belum adanya ketegasan Jokowi juga diungkap oleh Tantowi Yahya, politikus Partai Golkar, anggota Komisi I DPR.
DPR, ujarnya, melihat Jokowi ini tidak tegas dalam melaksanakan pemerintahan.
Padahal sebelum Jokowi, publik pernah memberikan stempel peragu untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun ternyata, Jokowi lebih peragu lagi.
Dalam hal ini, SBY ragu tapi benar. “Kalau Jokowi ragu, terkadang tidak konstitusional. Menabrak aturan. Contohnya, a.l. implementasi program Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat yang seharusnya dibahas dengan DPR. Ini langsung aja.”
Saat ini, mandat ada di Jokowi. Jadi, menurut Tantowi, Jokowi berhak menentukan arah sendiri dan menepis 'tangan-tangan' lain yang berisiko menganggu pemerintahannya.
Dalam hal ini, publik sangat berharap setelah 100 hari ini ada perbaikan menonjol karena publik sudah mulai bergejolak.
Buktinya, jika saat ini menyimak media sosial, yang memprotes itu bukan dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang terdiri dari partai-partai oposan. Tapi dari pendukung Jokowi sendiri.
Bahkan dari partai-partai pendukungnya sendiri. “Ini harus ditanggapi serius oleh Jokowi."
Effendi juga sepakat dengan Tantowi. “Dalam 100 hari pemerintahan Jokowi, memang ada celah-celah yang berisiko sekali untuk dilakukan proses menjatuhkan. Dari awal memang terlihat instrumen dalam pemerintahan belum cukup baik. Itu poinnya.”
Untuk itu, Effendi meminta, agar Jokowi segera melakukan pembenahan sesuai konstitusi. “Sebagai teman, saya mengingatkan adanya risiko itu. Jangan sampai, kesalahan atau belum adanya rupa kinerja, dimanfaatkan oleh lawan,” katanya.