Kabar24.com, YOGYAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta sedang menyiapkan riset terkait filosofi yang mendasari tata ruang Keraton Yogyakarta untuk mengetahui pola penataannya dan kemungkinan penerapannya dalam penataan Kota Yogyakarta.
"Ada pola-pola tertentu yang dijadikan acuan oleh Keraton Yogyakarta dalam menata wilayahnya. Kami ingin mengetahui filosofi di balik penataan yang dilakukan itu," kata Kepala Sub Bidang Penelitian Pengembangan Sarana Prasarana Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Teguh Setiawan di Yogyakarta, Kamis (19/2/2015).
Secara umum, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam penataan lingkungan pemerintahan, yaitu pusat pemerintahan, alun-alun dan lokasi ibadah yaitu Masjid Gedhe Kauman serta lokasi ekonomi yaitu Pasar Beringharjo.
Namun demikian, pada dasarnya keraton itu juga kampung. Keraton Yogyakarta menempatkan prajuritnya secara spesifik. "Kami ingin mengetahui mengapa bregada Wirabraja ditempatkan di lokasi itu, mengapa juga bregada Mantrijeron, Bugisan, Patangpuluhan, Nyutran dan bregada lainnya di tempatkan di lokasi yang terpisah-pisah," katanya.
Ia meyakini ada filosofi yang mendasari keraton dalam menempatkan prajurit-prajuritnya, serta penempatan pesanggrahan yang tersebar di beberapa wilayah di Kota Yogyakarta, salah satunya di Warungboto.
Jika polanya sudah diketahui, lanjut dia, maka hasil kajian ini bisa digunakan sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan mengenai tata ruang di masa yang akan datang. "Dalam proses riset ini, kami akan dibantu oleh peneliti," katanya. Bappeda menganggarkan dana sekitar Rp50 juta untuk kajian filosofi tata ruang keraton.
Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengatakan salah satu acuan dalam penataan ruang di Kota Yogyakarta adalah kearifan lokal, salah satunya bisa mencontoh penataan ruang yang dilakukan keraton.
"Keraton itu memang sudah istimewa, bahkan penataan ruang yang ditetapkan oleh keraton pun bisa menjadi bahan acuan untuk penataan ruang di masa yang akan datang," katanya.
Saat ini, kampung-kampung yang dulu ditempati oleh prajurit keraton telah tumbuh dan berkembang. Namun, masyarakat tetap mendasarkan penamaan kampung tersebut berdasarkan sejarah di masa lalu, seperti Kampung Bugisan, Gamelan dan Patangpuluhan serta Wirabrajan.