Kabar24.com, JAKARTA – Setiap memasuki bulan Februari biasanya marak pembicaraan tentang hukum merayakan Hari Valentin atau Valentine Day yang sudah menjadi kebiasaan di kalangan anak remaja.
Valentine Day selalu dirayakan pada 14 Februari yang kemudian dikenal sebagai Hari Kasih Sayang alias Hari Valentin. Biasanya, orang mengirimkan kartu ucapan selamat, ada yang dalam bentuk kado dengan aksesori bergambar hati dan berwarna pink (merah muda).
Perayaan Valentine Day memiliki sejarah panjang dan banyak penafsiran. Salah satu penafsirannya adalah kata Valentine dikaitkan dengan nama Santo Valentinus, salah satu orang yang dianggaap suci dalam Gereja Katolik Roma.
Sejak 1980-an perayaan Valentine Day juga marak di kalangan anak muda Indonesia sampai sekarang dengan berbagai variasinya. Karena terkait dengan seorang santo dari Gereja Katolik, kemudian di kalangan umat Islam muncul persoalan tentang boleh tidaknya umat Muslim ikut-ikutan merayakan Valentine Day seperti yang banyak dilakukan di Barat.
Pro dan kontra pun bermunculan. Sebagian besar, ulama menyatakan merayakan Valentine Day yang kini kemudian lebih menjurus kepada soal cinta dan maksiat, hukumnya haram meskipun ada juga yang membolehkannya kegiatan itu selama tidak melanggar ketentuan agama.
Berikut ini, salah satu pandangan yang dimuat dalam laman resmi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU), www.nu.org.id, tentang hukum merayakan Valentine Day bagi umat Islam:
Hari Valentine (Valentine Day) yang jatuh setiap tanggal 14 Februari memiliki sejarah panjang yang erat berhubungan dengan masyarakat nasrani. Kata 'Valentine' sendiri diambil dari seorang pendeta 'pelayan tuhan' yang bernama Santo Valentine. Dia lah orang yang berani menolak kebijakan Kaisar Romawi Claudius melarang pernikahan dan pertunangan.
Pelarangan ini berawal dari kesulitan pemerintahan Romawi merekrut pemuda dan para pria sebagai pasukan perang. Padahal pada masa itu, pemerintahan dalam keadaan perang dan sangat membutuhkan tenaga sebagai prajurit.
Sang Kaisar menganggap kesulitan ini berasal dari keengganan mereka meninggalkan kekasih, istri dan keluarganya. Oleh karenanya, Sang Kaisar mengeluarkan peraturan yang melarang pernikahan, karena pernikahan dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan politik Romawi.
Peraturan ini kemudian ditolak oleh santo Valentine sehingga ia dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270 M.
Hari inilah yang diabadikan oleh gereja sebagai hari Valentine dan dijadikan momentum simbolik pengungkapan kasih sayang oleh masyarakat nasrani. Hanya saja, kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Hingga berbagai budaya itu dianggap milik bersama. Maka banyak sekali kaum muslim yang ikut memeriahkan hari Valentine dengan berbagai tradisinya dan banyak pula kaum nasrani yang ikut memeriahkan hari raya. Bahkan mereka saling memberikan ucapan selamat.
Baiknya, bagi kaum muslimin (khususnya yang sering berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya). Karena dalam Bughyatul Musytarsyidin dengan jelas diterangkan bahwa:
1) Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan/asesoris seperti yang digunakan kaum kafir dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat peribadatannya.
2) Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa. 3) Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa maka hukumnya makruh.
Namun jika diperhatikan, fenomena sekarang tidaklah demikian. Kebanyakan kaum muda yang merayakan valentine dengan berbagai macam tradisinya itu sama sekali tidak berhubungan dengan agama. Bahkan jarang sekali dari mereka yang mengerti hubungan valentine dengan agama nasrani.
Yang berlaku sekarang dalam Valentine (yang telah mentradisi di kalangan kaum muda juga para santri) menjurus kepada kemaksiatan yang dapat dihukumi haram. Misalkan merayakan valentine dengan mengutarakan rasa sayang di tempat yang sepi dan hanya berduaan. Atau merayakan valentine bersama-sama yang menggannggu ketertiban umum. Apalagi merayakannya dengan pestapora yang memubazirkan harta.
Sungguh semua itu diharamkan dalam ajaran Islam. Karena segala hal yang bisa dianggap menyebabkan terjadinya makshiayat hukumnya seperti maksyiatan itu sendiri. Demikian dalam Is'adurrafiq, (Bisnis.com)