Kabar24.com, SEMARANG—Pemerintah Kabupaten Batang mengakui alotnya proses pembebasan lahan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2 X 1.000 megawatt lantaran terdapat perbedaan harga saat pembelian tanah sehingga menimbulkan kecemburuan warga.
Sekretaris Daerah Kabupaten Batang Nasikhin mengatakan warga yang tanahnya terbeli dengan harga semula Rp100.000 per meter meminta tambahan uang karena ada sebagian tanah warga terbeli di atas Rp100.000 atau tepatnya Rp400.000.
“Kemarin warga yang tanahnya terbeli datang untuk meminta tambahan. Kondisi ini yang membuat pembebasan terhambat,” papar Nasikhin kepada Bisnis, Senin (2/2).
Dia menduga ada oknum atau spekulan tanah yang telah membeli tanah warga dengan harga di atas pembelian harga dari investor PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).
Kondisi tersebut membuat pembebasan terhambat karena warga lainnya ikut menuntut supaya tanahnya turut terjual dengan harga mahal.
Kendati demikian, kata Nasikhin, Pemkab Batang saat ini terus melakukan komunikasi dan pendekatan kepada warga terdampak PLTU tersebut.
“Pihak lain yang membeli tanah itu di luar BPI. Awalnya kami prediksi akan mempercepat proses pembebasan lahan, tapi perbedaan harga justru menghambat,” ujarnya.
Sejak adanya pelimpahan kewenangan pembebasan lahan dari PT BPI kepada PT PLN, lanjut Sekda, tim pembebasan lahan diserahkan kepada Badan Pertanahan Nasional.
Menurutnya, kewenangan Pemkab Batang dalam hal ini memfasilitasi pertemuan dan melakukan komunikasi pro aktif dengan warga di sekitar proyek daya setrum terbesar di Asia Tenggara ini.
Lahan untuk proyek pembangunan PLTU Batang berkisar 226 hektare.
Adapun pembebasan lahan mencapai 87%, sisanya sekitar 13% belum terbebaskan karena alotnya perbedaan harga.
“PLN didatangkan dan akan masuk untuk menyelesaikan persoalan pembebasan lahan. Itu urusan dari pusat, kami hanya menerima pelimpahan,” paparnya.
PLTU Batang Masih Terhadang Harga lahan
Pemerintah Kabupaten Batang mengakui alotnya proses pembebasan lahan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2 X 1.000 megawatt lantaran terdapat perbedaan harga saat pembelian tanah sehingga menimbulkan kecemburuan warga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Muhammad Khamdi
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium