Bisnis.com, JAKARTA--Kisruh antara KPK dan Polri yang baru-baru ini terjadi menjadi tantangan bagi Presiden Joko Widodo dan partai pengusungnya untuk menjalankan pemerintahan yang menjanjikan platform reformasi politik dan ekonomi pada masa kampanye lalu.
Kepala Departemen Politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J. Vermonte menilai PDI-P sebagai pemimpin partai pemerintah dinilai belum mampu menjadi tameng bagi pemerintah.
"Duduknya Joko Widodo di kursi presiden semestinya menjadi ajang pembuktian bagi PDIP, apakah bisa sama baiknya memerintah dengan jadi oposisi," ungkapnya dalam Outlook Politik Indonesia 2015, Senin (26/1/2015).
Philips menambahkan cara Jokowi mengatasi kemelut politik domestik yang melibatkan dua lembaga tersebut adalah cerminan bagaimana orientasi pemerintah baru sekaligus peluang bagi publik untuk menilai kapabilitas Kabinet Kerja.
Sebagai kepala pemerintahan, lanjut Philips, Jokowi tidak perlu segan melakukan evaluasi dan punishment terhadap kinerja menterinya yang tidak memuaskan.
Sebab, publik turut mengawasi menteri meski tidak memilih pembantu presiden secara langsung. Fenomena kritik keras dari publik yang menerpa Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno yang berasal dari Partai NasDem adalah salah bukti evaluasi masyarakat.
Seirama dengan Philips, periset CSIS Arya Fernandes mengatakan PDIP harus mulai terbiasa menjadi partai pemerintah agar tidak menjadi beban bagi pemerintah baru. "PDIP harus menggeser karakter dari oposisi ke pemerintah. PDIP mestinya jadi bumper untuk Jokowi, bukan menjadi beban."
Selain soal partai pengusung, Philips menuturkan duet Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah cukup mampu melakukan lobi politik dengan
disetujuinya Perppu Pilkada Langsung. Namun, sambungnya, pengesahan Perppu itu menjadi UU harus diperbaiki karena masih banyaknya lubang untuk daerah dan nasional.