Kabar24.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo menggelar konferensi pers pada Minggu malam, 25 Januari 2015. Kepala Negara menyampaikan pidato singkat sekitar 2 menit yang intinya terkait dengan kisruh yang belakangan terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri.
Inti dari pidato Presiden Jokowi adalah tidak boleh ada kriminalisasi dan intervensi atas proses hukum yang tengah dilakukan KPK dan Mabes Polri.
Selain itu, Presiden Jokowi menegaskan, “Biarkan KPK bekerja, biarkan Polri bekerja, dan semuanya tidak boleh merasa sok di atas hukum.”
Berikut ini pidato lengkap Presiden Jokowi dalam jumpa pers singkat di Istana:
Setelah beberapa kali kita mendapatkan masukan dan fakta-fakta, meskipun juga belum penuh, belum banyak, tetapi pada malam hari ini perlu saya sampaikan.
Pertama bahwa kita sepakat, institusi KPK dan Polri harus menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak hukum, termasuk institusi penegak hukum yang lain seperti kejaksaan dan Mahkamah Agung.
Oleh sebab itu jangan ada kriminalisasi. Saya ulang, jangan ada kriminalisasi. Dan proses hukum yang terjadi pada personel KPK maupun Polri, harus dibuat terang benderang, harus dibuat transparan, proses hukumnya harus dibuat transparan. Dan agar proses hukum dapat berjalan dengan baik, jangan ada intervensi dari siapapun, tapi saya akan tetap mengawasi kemudian mengawal.
KPK dan Polri harus bahu membahu bekerjasama memberantas korupsi. Biarkan KPK bekerja, biarkan Polri bekerja, dan semuanya tidak boleh merasa sok di atas hukum. Keduanya harus membuktikan bahwa mereka telah bertindak benar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sekali lagi, proses hukum harus transparan, harus terang benderang, dan jangan sampai ada kriminalisasi.
Terima Kasih
Sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, mantan komisioner KPK Tumpak H. Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan Wakapolri Oegroseno, akademisi Prof Hikmahanto Juwana, sekitar pukul 19.30.
Menurut Jimly, sebenarnya mantan Ketua Umum Muhammadiyah A. Syafi’i Ma’arif juga diundang namun yang bersangkutan tengah berada di Yogyakarta.
Para tokoh tersebut dipanggil ke Istana untuk diminta masukannya oleh Presiden Jokowi terkait kisruh antara KPK dan Mabes Polri.
Kekisruhan politik yang terjadi belakangan ini berawal ketika Presiden Jokowi mengajukan nama Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri ke DPR (9/1/2015) kepada DPR. Setelah itu, tiba-tiba KPK secara mengejutkan menyatakan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi pada Selasa (13/1/2015).
Penetapan Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka ternyata tidak menyurutkan Presiden Jokowi mengajukan nama BG ke DPR yang akhirnya disetujui oleh sidang paripurna DPR sebagai Kapolri (15/1/2015).
Menyikapi ketetapan KPK yang menjadikan BG tersangka dan sidang paripurna DPR yang menyetujui BG sebagai Kapolri, Presiden Jokowi kemudian memberhentikan Jenderal Pol. Sutarman sebagai Kapolri dan menunjuk Wakapolri Badrodin Haiti untuk menjalankan tugas dan wewenang Kapolri.
Pada saat yang bersamaan, Presiden Jokowi mengumumkan menunda pengangkatan Komjen BG sebagai Kapolri karena masih menunggu proses hukum yang membelit calon kapolri itu.
Di tengah kisruh tersebut, secara mengejutkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap polisi dan ditahan sekitar 18 jam oleh penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri karena tuduhan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di pengadilan.
Status tersangka terhadap BW ditetapkan atas kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada tahun 2010.
Atas desakan berbagai elemen termasuk pimpinan KPK, Bambang Widjojanto akhirnya diberikan penangguhan penahanan dan dilepas Sabtu dini hari (24/1/2015). (Bisnis.com)