Bisnis.com, Semarang—Hendro Rahtomo, mantan nasabah Bank Perkreditan Rakyat Restu Artha Makmur yang berpusat di Semarang mengaku kasusnya mendapatkan diskriminasi hukum oleh Jaksa Penuntut Umum Dekry Wahyudi.
Dalam catatan Bisnis, Hendro dan istrinya, Ranggoaini Jahja, pernah melaporkan keluhan ke OJK pada Maret 2014 karena menduga ada praktik tipu daya perjanjian kredit yang diubah menjadi jual beli atas jaminan aset korban.
Hendro mengajukan kredit Rp 1 miliar pada 2011 dengan jaminan sebidang tanah seluas 721 meter persegi dan jatuh tempo pada 12 Desember 2012. BPR RAM diduga mengubah perjanjian kredit menjadi jual beli aset secara sepihak.
Pada kasus yang sama, OJK Kantor Regional IV Jateng-DIY telah memberikan sanksi administrasi berupa denda Rp275.000 atas kelalaian BPR RAM terkait pelaporan sistem informasi debitur atau SID.
Sementara itu, dalam salinan surat klarifikasi dengan tembusan Bisnis Indonesia Perwakilan Jateng-DIY, Hendro menyatakan berkas perkara pada Januari 2014 yang didakwakan JPU Dekry dalam persidangan telah mencederai keadilan.
“Kami berpendapat telah diterapkan diskriminasi hukum oleh JPU Dekry Wahyudi sebagai aparat penegak hukum dalam meneliti berkas perkara,” katanya, sesuai salinan berkas, Kamis (14/1/2015).
Penelitian berkas perkara yang dimaksud yakni hanya membenarkan laporan pihak ketiga dan mengabaikan keterangan saksi dari pihak pelapor atau BPR RAM yang berjumlah tiga orang.
"Dalam perkara tersebut masih ada perselisihan Prejudicial Geschill, sehingga JPU Dekry Wahyudi dalam membuat dakwaan telah mencederai rasa keadilan kami sebagai masyarakat."
Selain itu, Hendro mengklarifikasi enam hal terkait dakwaan JPU Dekry, diantaranya menyebut bahwa dakwaan tidak benar dan mengada-ada serta menceritakan keadaan yang tidak sebenarnya.
Surat klarifikasi disertai lampiran satu bendel tersebut ditujukan kepada JPU Dekry beralamat Kejaksaan Agung RI di Kebayoran Baru dengan tembusan Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pengawasan, Kajati Jateng, Kajari Semarang.
Tembusan yang sama juga dialamatkan kepada Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI) Jateng, dan Bisnis Indonesia.