Bisnis.com, KUPANG -- Seorang antropolog budaya di Nusa Tenggara Timur menilai Presiden "Jokowi" Joko Widodo sedang membangun peradaban baru.
Antropolog budaya Pater Gregorius Neonbasu SVD, PhD menilai sejumlah kebijakan yang diambil Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya, merupakan sebuah upaya membangun peradaban baru bagi Indonesia pada pelana bergeraknya perubahan dan perkembangan yang semakin melaju.
"Pada perspektif tertentu, pola kebijakan yang diambil Presiden Jokowi memang sangat mengagumkan, meski di sisi lain hal itu menimbulkan persoalan seperti kebijkan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tetapi apa yang dilakukan itu, sebagai salah satu upaya untuk membangun peradaban baru bagi Indonesia," katanya di Kupang, Kamis (27/11/2014).
Antropolog budaya dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu mengatakan walau berbeda pendapat atau berseberangan kebijakan sekalipun, eksekutif dan legislatif hendaknya mencari wacana baru untuk bisa duduk bersama.
Ketua Komisi Sosial Budaya Dewan Riset Provinsi Nusa Tenggara Timur itu menambahkan tolak ukur paradigma pembangunan selalu dapat dikaji dari strategi yang digunakan para pemimpin, dan diskursus itu bergerak pada pemahaman yang terbuka terhadap arti kepemimpinan yang berbias pada berbagai kebijakan yang ditetapkan.
"Pada aras demokrasi, spirit kepemimpinan selalu identik dengan usaha untuk membangun sebuah peradaban dengan didukung oleh titik tuju perilaku politik yang tercurah bagi dan demi kepentingan masyarakat umum," tuturnya.
Karena itu, tambahnya, sangat diharapkan seorang pemimpinan yang selalu concerned pada usaha sungguh-sungguh untuk membangun pola pikir (mindset) yang kemudian dielaborasi pada usaha "melukis citra pembangunan" yang prospektif ke depan.
Etika seorang pemimpin hendaknya berupaya untuk meminimalisasi berbagai gelagat politik yang selalu tidak sesuai dengan cita-cita terciptanya harmonisasi di antara warga masyarakat.
"Karena itu, suasana compang camping yang menandai citra kelabu kehidupan wakil rakyat di Senayan sebetulnya patut disesalkan, seirama dengan perbedaan pendapat yang ditiup-tiup untuk mengkritisi kebijakan eksekutif secara sepihak," ujarnya.
Menurut Neonbasu, sebuah peradaban baru akan dengan sendirinya terbangun sejauh ada usaha yang etis dalam bingkai kehidupan moral untuk mendukung berbagai perilaku fundamental bangsa dan negara semisal dialog dan komunikasi (musyawarah) untuk mencapai kata sepakat dalam menetapkan kebijakan tertentu.
"Beberapa kebijakan Presiden Jokowi pada awal pemerintahannya, semuanya harus ditempatkan dalam bingkai membangun peradaban baru bagi bangsa dan negara pada pelana bergeraknya perubahan dan perkembangan yang semakin melaju," tambahnya.
Rohaniawan Katolik itu menegaskan tidak mudah bagi seseorang pemimpin yang memiliki idealisme untuk membangun sebuah peradaban baru, namun masih bercokol dalam perspektif yang dimiliki parpol dari mana ia berasal.
Ia menambahkan kajian antropologis terhadap sosok pemimpin seperti ini, pasti saja dengan mudah terseret pada kepentingan parpol kemudian dengan seenaknya mengorbankan kepentingan umum.
"Siapa pun pemimpinnya harus menempatkan diri sebagai pengabdi kepentingan masyarakat, nusa dan bangsa. Karena itu, perilaku sosial yang dimiliki seorang pemimpin tidak saja sebatas lincah mengkaji ikhwal kehidupan sosio-politik, melainkan harus arif dan bijak untuk mengabdi pada gerakan sosial yang concerned pada kepentingan tumbuhnya demokrasi," tukasnya.
Menurut Neonbasu, salah satu kendala krusial untuk mendukung usaha tersebut adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap partai politik, karena demokrasi akan berkembang dengan sehat, apabila dinamika kehidupan warga masyarakat semakin menunjuk pada kehidupan yang sejahtera.
Ia mengatakan prosentasi kepercayaan masyarakat terhadap parpol, tidak boleh dinilai sepele. Demokrasi menjadi kering kerontang apabila tidak ada dukungan masyarakat terhadap parpol.
Demokrasi yang sama akan menjadi sangat tidak efektif, apabila kepercayaan masyarakat anjlok terhadap eksistensi parpol dalam masyarakat.
Ia menambahkan demokrasi akan semakin terengah-engah apabila dukungan masyarakat terhadap parpol menjadi simpang siur dan tidak di-manage secara baik.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, diukur juga dari tinggi rendahnya dukungan masyarakat terhadap parpol, ucapnya.