Bisnis.com, JAKARTA - Aksi tanam bibit jagung oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai warga Desa Margamulya, Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, Jumat (14/11/14), diduga direkayasa oleh mafia tanah yang berniat menguasai lahan di daerah itu.
"Dari dulu tanah eks-Tegal Waroe Landen ini diperebutkan oleh berbagai pihak. Melihat peluang, spekulan tanah pun ikut bermain. Namun, sejak keputusan PK [Peninjauan Kembali] menyatakan PT SAMP sebagai pemilik tanah yang sah, pihak spekulan ini sering mengerahkan massa untuk melakukan aksi," kata Obik Supriadi, warga Teluk Jambe, Minggu (23/11/14).
Pria yang sering dipanggil Abah Obik ini meragukan jika yang melakukan aksi tersebut adalah petani atau warga setempat. "Kalau melihat orang-orang yang aktif di aksi tanam jagung, saya lihat tidak ada petaninya. Warga Margamulya pun hanya satu dua orang saja," katanya.
Menurut tokoh desa Teluk Jambe ini, dia yakin ada pihak yang menggerakkan aksi tanam jagung yang lokasinya dekat dengan tanah sengketa. "Sudah lama pola aksi massa dilakukan. Bahkan, sebelum demo besar yang menolak eksekusi, sudah berkali-kali terjadi aksi lainnya," ungkap Obik.
Konsultan hukum PT SAMP Hersutanta menyatakan sejak awal pihaknya siap menyelesaikan masalah sebaik mungkin. "Jika ada warga yang memiliki bukti sertifikat bisa diselesaikan dengan kami. Tanpa adanya aksi-aksi seperti itu, kami siap berdiskusi," kata Hersutanta.
Dia juga membantah pihaknya telah meratakan pohon yang ditanam di atas tanah warga. "Jika tanah itu memang milik orang lain, tidak mungkin kami melakukan hal itu. Kami ingin masalah ini cepat selesai, tidak ada alasan untuk memperumit masalah," tutur Hersutanta.
Beberapa waktu sebelumnya, praktisi hukum Martin Purwadinata menyatakan pengadilan adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa tanah Teluk Jambe. "Bukan dengan cara demo atau aksi masa," kata penasehat LSM Gibas ini.
Martin mengatakan, terhadap putusan PK yang telah berkekuatan hukum tetap, upaya hukum lain masih bisa dilakukan jika ada bukti baru, berupa novum. "ltu pun hanya bisa dilakukan jika ada bukti baru berupa sertifikat." katanya.
Dia menyayangkan adanya upaya pengerahan massa dalam kasus sengketa ini. "Pengerahan massa akan merugikan semua pihak dan bukan penyelesaian terbaik," ujarnya
Berdasarkan keputusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 160/PK/PDT/2011, tanah seluas 350 hektare di Teluk Jambe telah sah dimiliki oleh PT SAMP. Namun, hingga saat ini masih terus dipermasalahkan oleh pihak tertentu yang tidak puas dengan keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu.
"Mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga ke kasasi dan PK, semua keputusan memenangkan PT SAMP," kata Hersutanta.