Bisnis.com, SYDNEY Pascarangkaian pertemuan tingkat tinggi yang digelar dalam dua minggu terakhir, Australia dan China akhirnya menyepakati implementasi perdagangan bebas antarkedua negara mulai 2015 mendatang.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengungkapkan pada tahap awal, kerjasama perdagangan ini membebaskan tarif pada 85% dari total ekspor barang Australia ke China dan 95% dari total ekspor jika telah diimplementasikan penuh, sekaligus membuka pasar jasa China untuk Australia.
Kesepakatan ini akan membanjiri perekonomian Australia miliaran dolar, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan standar hidup masyarakat, ungkap Abbot saat memaparkan kesepakatan tersebut, di Sydney, Senin (17/11/2014).
Dalam kesepakatan tersebut, lanjut Abbott, sejumlah barang ekspor Australia yang tarifnya akan ditiadakan yaitu sumber daya alam termasuk energi, aluminimum oksida, dan batu bara.
Ini merupakan peluang besar bagi kita untuk meningkatkan posisi daya saing di sektor-sektor kunci seperti pertanian, sumber daya alam, energi, ekspor manufaktur, jasa, dan investasi, gaung Abbott. Sejalan dengan Aboott, Pemerintah China pun menyatakan akan membuka akses pasar jasa seluas-luasnya untuk Negeri Kanguru.
Sebagai informasi, Australia merupakan negara maju yang perekonomiannya amat bergantung pada China. Commonwealth Bank of Australia mencatat, ekspor Australia ke negara perekonomian terbesar kedua dunia tersebut menyumbang hingga 5,3% produk domestik bruto (PDB) negara itu. Nilai perdagangan dua arah keduanya mencapai US$132 miliar pada 2013.
Oleh karenanya, pengambil kebijakan Australia ingin menyeimbangkan pertumbuhan dengan mengalihkan sumber ekspansi yang sebelumnya didominasi oleh sumber daya alam menjadi berorientasi pada sektor jasa yang berkontribusi hingga 70% terhadap PDB namun hanya berperan 17% pada ekspor.
Kesepakatan ini diharapkan merupakan peluang baik bagi keinginan pengambil kebijakan untuk menyeimbangkan kontribusi sektor-sektor pendorong pertumbuhan, ungkap ekonom HSBC Holdings Plc, Paul Bloxham.