Bisnis.com, PEKANBARU - Dinas Perkebunan Riau meminta kelompok tani kelapa sawit melakukan perbaikan tata kelola untuk mendapatkan sertifikasi Indonesian suistainability palm oil (ISPO) dari pemerintah.
Zulher, Kepala Dinas Perkebunan Riau, mengatakan ada empat syarat utama penerbitan sertifikat ISPO untuk kelompok tani, yakni legalitas lahan perkebunan yang dimiliki anggota kelompok tani, dan sumber bibit untuk memastikan kualitas kelapa sawit yang dihasilkan setiap periodenya.
“Syarat ketiga adalah tata kelola perkebunan yang ramah lingkungan, dan terakhir adalah kelembagaan di kelompok tani yang dinilai,” katanya di Pekanbaru, Jumat (14/11/2014).
Zulher menuturkan aspek legalitas kepemilikan lahan perkebunan menjadi syarat utama dalam penerbitan sertifikat ISPO, karena banyak masyarakat yang membuka kawasan hutan untuk perkebunan.
Menurutnya, mekanisme penilaian kelompok tani akan dilakukan oleh kelompok kerja yang beranggotakan Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah.
“Kelompok kerja itu juga akan melibatkan satuan kerja yang ada di daerah wilayah kelompok tani kelapa sawit yang akan dinilai,” ujarnya.
Sertifikasi ISPO sebenarnya diberlakukan sejak 2011 melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 19/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dalam Pasal 3 beleid itu disebutkan perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usaha sesuai dengan ISPO.
Selanjutnya dalam Pasal 4 peraturan itu menyebutkan perusahaan perkebunan kelapa sawit kelas I, II, atau III sampai dengan batas waktu yang ditentukan belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO, akan dikenakan sanksi penurunan kelas kebun menjadi IV.
Sementara itu, kelompok tani swadaya diberikan waktu hingga 2018 untuk mengajukan permohonan mendapatkan sertifikat ISPO dari pemerintah.